Scroll untuk baca artikel
Kesehatan

Darah dan Doa, Cikal Bakal Dicetusnya Hari Film Nasional

Redaksi
×

Darah dan Doa, Cikal Bakal Dicetusnya Hari Film Nasional

Sebarkan artikel ini

Darah dan Doa merupakan film pertama Indonesia yang diproduksi Perfini dan menjadi cikal bakal Hari Film Nasional.

BARISAN.CO Bagi generasi era 50-an mungkin tak asing dengan film satu ini. Darah dan Doa merupakan film yang diproduksi Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini) dan disutradari oleh Usmar Ismail.

Film ini mengisahkan perjalanan panjang (long march) prajurit Divisi Siliwangi RI yang diperintahkan kembali ke pangkalan semula, dari Yogyakarta ke Jawa Barat. Penyebabnya pasukan Kerajaan Belanda lewat Aksi Polisionil menyerang dan berhasil menduduki Yogyakarta.

Kala itu Kapten Sudarto (Del Juzar) yang memimpin prajurit dalam perjalanan hingga tahun 1950, ketika kedaulatan Republik Indonesia diakui secara penuh.

Meski merupakan film sejarah, Darah dan Doa dibumbui kisah asmara antara Kapten Sudarto dengan gadis berdarah Jerman. Kapten Sudarto sebenarnya sudah beristri dan tinggal di Yogyakarta, namun dalam perjalanan ia terlibat cinta dengan dua gadis sekaligus.

Selain Del Juzar, beberapa aktris dan aktor kawakan tanah air juga meramaikan Darah dan Doa. Di antaranya adalah Farida, Aedy Moward, Sutjipto, Awal, Johana, Suzanna, Rd Ismail, dan Muradi. Mereka memulai syuting film ini pada 30 Maret 1950, tak lama setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949.  

Oleh karena itu,  dalam konferensi Dewan Film Nasional bersama dengan Organisasi Perfilman menetapkan tanggal 30 Maret sebagai Hari Film Nasional.

Hari peringatan ini secara resmi disahkan pada 30 Maret 1999 di Istana Negara oleh Presiden B.J. Habibie melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres RI) Nomor 25 Tahun 1999 tentang Hari Film Nasional.

Menyulap Darah dan Doa Menjadi Lebih Modern

Pada 11 Agustus 2016, Indonesia kembali memutar film Tiga Dara. Film lawas tersebut ditayangkan di bioskop tanah air dan mendapat sambutan luar biasa dari penonton, khususnya mereka generasi tempo dulu. Sejak saat itu restorasi film jadul menjadi tren di dunia perfilman Indonesia.

Restorasi merupakan perbaikan dari sebuah media untuk meningkatkan kualitasnya menjadi lebih baik dan lebih jernih. Melalui restorasi, film – film lawas bisa kembali ditonton dengan nyaman dan terjaga. Perbaikan dan alih media 4K, HD, hingga digitalisasi membuat film – film tersebut memiliki visual yang yang lebih modern.

Setelah suksesnya Tiga Dara, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kemudian merestorasi Darah dan Doa. Berbeda dengan Tiga Dara yang restorasinya dilakukan di Italia, Darah dan Doa direstorasi di dalam negeri, tepatnya di Render Post. Meski begitu, hasil restorasi tetap jernih dan kondisinya tampak seperti pada awal.

Selain kedua film tersebut, beberapa film restorasi lainnya adalah Bintang Ketjil, Thoet Nja’ Dien, dan Lewat Djam Malam. Kelima film – film tersebut seringkali diputar pada berbagai kegiatan di peringatan Hari Film Nasional. [ysn]