Mendengarkan keluhan menyebabkan otak mengalami perubahan akibat emosi yang dihasilkan dari situasi orang lain. Kok bisa?
BARISAN.CO – Mengeluh atau curhat kepada teman adalah hal yang wajar saat kita sedang stres. Namun begitu, sebaiknya dilakukan hanya secara moderat alias tidak berlebihan.
Sebuah penelitian Stanford tahun 1966 menyarankan untuk berhenti menggerutu. Sebab, jika dilakukan selama 30 menit atau lebih dapat merusak otak.
Para peneliti menggunakan pemindaian magnetic resonance imaging (MRI) resolusi tinggi dan menemukan hubungan antara pengalaman hidup stres dan paparan terhadap hormon yang dihasilkan selama stres jangka panjang berakibat pada menyusutnya hippocampus. Apa itu Hippocampus? Hippocampus adalah wilayah otak yang terlibat dalam pembentuk ingatan baru dan terkait dengan pembelajaran serta emosi.
Bagi kebanyakan dari kita, ngedumel menjadi bagian integral dari DNA sosial manusia. Bagi kebanyakan orang setidaknya mereka mengeluh 15-20 kali sehari. Bahkan, penulis A Complaint-Free World, WIll Bowen menyebut, rata-rata orang mengeluh antara 15 hingga 30 kali sehari.
Bukan itu saja, mengeluh juga meningkatkan kadar kortisol yang dikenal dengan hormon stres. Tingkat kortisol yang tinggi secara kronis dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk peningkatan risiko depresi, masalah pencernaan, masalah tidur, tekanan darah tinggi dan bahkan meningkatnya risiko penyakit jantung.
Sebagian orang menganggap mengeluh dapat menenangkan diri dan cara yang baik untuk membentuk ikatan sosial. Amat disayangkan, sebenarnya dengan seperti itu malah cenderung menghabiskan energi dan waktu yang tidak berguna untuk mencapai tujuan hidup.
Mendengarkan Keluhan Juga Buruk
Mendengar pengeluh dapat berdampak negatif. Oleh karena itu, tak jarang, orang cenderung menjaga jarak dengan tipe seperti ini.
Mendengar terlalu banyak keluhan berdampak buruk bagi otak dalam berbagai cara. Seorang pengusaha dan penulis Three Simple Steps: A Map to Success in Business and Life, Trevor Blake menuliskan, otak bekerja lebih seperti otot daripada yang kita duga.
“Jadi, jika terlalu lama terpojok mendengarkan seseorang yang bersikap negatif, kemungkinan besar Anda akan berperilaku seperti itu juga,” kata Trevor.
Trevor menegaskan, jika seseorang menjalankan perusahaan, ada perbedaan antara mendengarkan sesuatu yang salah dengan keluhan.
“Umumnya, orang yang mengeluh tidak menginginkan solusi, mereka hanya ingin bergabung dalam penghinaan dari semuanya. Anda hampir dapat mendengar otak berdenting ketika enam orang berkumpul dan mengatakan, ‘Bukankah ini mengerikan?’ Ini hanya akan merusak otak, bahkan jika Anda hanya mendengarkannya secara pasif. Dan jika mencoba mengubah perilaku mereka, Anda akan menjadi sasaran keluhan,” tambah Trevor.
Sedangkan, mengutip Step to Health menyebut, mengeluh adalah bentuk manipulasi. Dengan mendengarkan pengeluh, mereka menginginkan kita merasa kasihan, terharu, atau solidaritas. Hampir persis seperti mereka ingin melarikan dari tanggung jawab.
Tiba-tiba, kita merasa bertugas untuk membantu memecahkan masalah atau bersedia menghapus air mata mereka setiap saat. Orang yang mengeluh sepanjang waktu sangat negatif sehingga kita mungkin mulai merasa mereka memiliki beban lebih banyak.
Meski pun, kita menasehati atau membantu pengeluh, hanya dengan mendengarkan mereka saja sudah cukup menguras sebagian besar energi. Sulit untuk melihatnya secara langsung, namun mendengarkan keluhan menyebabkan otak mengalami perubahan akibat emosi yang dihasilkan dari situasi orang lain.
Perasaan bersalah, frustasi, dan sedih dapat mengubah proses pelepasan hormon di otak yang meningkatkan risiko ketidakseimbangan emosi, kesulitan memecahkan masalah, konsentrasi menurun, dan berpikiran negatif.