Scroll untuk baca artikel
Blog

Trauma Kasus Polisi Tembak

Redaksi
×

Trauma Kasus Polisi Tembak

Sebarkan artikel ini

HARI ini ibu dari Briptu Joshua dilarikan ke rumah sakit. Ia mengalami trauma berat sejak tewasnya sang putera tercinta. Sejak emosi jiwa seorang ibu memuncak, tidak bisa menerima kenyataan di depan mata. Hingga ia terus menangis dan tidak kuasa bicara, selama sebulan lebih kasus kematian anaknya belum terungkap juga.

Oleh anggota polisi yang mengantar jenazah, peti dilarang dibuka, dengan alasan sudah di outopsi. Beruntung sang suami tidak menerima begitu saja. Ia tidak mau tandatangan sebelum peti mati dibuka. Begitu dibuka, jazad sang putera didapati begitu memilukan.

Penuh luka di wajah, dada, tangan, kaki. Luka dari senjata tajam maupun senjata api. Mereka pun berkesimpulan, kematian sang putera disebabkan oleh serangkaian penyiksaan.

Keluarga di rumah kecil itu pun diliputi duka dan amarah begitu menyiksa jiwa. Seorang ibu yang adalah guru SD, dan ayah yang petani kecil. Mereka tinggal di rumah petak, rumah bagi guru di lingkungan sekolah. Betapa bangga, putera mereka berhasil melewati pendidikan di sekolah kepolisian dengan hasil memuaskan, hingga mencapai pangkat briptu.

Tak terbayangkan bagaimana dunia serasa runtuh. Pikiran kosong, perasaan hampa, ke mana ia mesti mencari keadilan. Sang putera mengalami kematian nahas, justru di rumah dinas di mana selama sepuluh tahun lebih ia mengabdi. Ibu, ayah, saudara mana yang bisa menerima keadaan larat ini. Tak ada karangan bunga atau ucapan bela sungkawa dari sang komandan maupun isteri.

PC, isteri sang komandan sebagai saksi utama, dikabarkan pun mengalami trauma. Selama lebih dari sebulan ini ia dikabarkan tidak bisa diperiksa. Hingga ia bersedia melakukan jumpa pers, saat mau menjenguk sang suami dalam pemeriksaan.

Dengan mata sembab, bermasker, dengan suara terbata oleh tangisan tertahan, dia mengucapkan maaf. Juga perasaan terhadap sang suami: aku masih mencintaimu.

Ya, dua wanita mengalami trauma. Lalu bagaimana dengan trauma masyarakat. Trauma atas teror peristiwa pembunuhan di lingkungan kepolisian. Institusi yang dipercaya sebagai pelindung bagi keamanan rakyat. Termasuk, dari tindak terorisme. Ya, Tuhan, bukankah trauma ini lebih meneror pikiran dan jiwa kami. Lebih teror dari teror!***