Awalil Rizky
Ekonom
Pemerintah masih bersuka cita atas pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2021 yang mencapai 7,07% secara year-on-year. Klaim ekonomi mulai pulih dan telah keluar dari resesi dikemukakan. Namun, belum seminggu setelah Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pertumbuhan ekonomi, Bank Indonesia merilis hasil survei konsumen bulan Juli 2021 yang mewartakan kondisi memburuk. Indeks Keyakinan Konsumen atau masyarakat turun drastis.
Bank Indonesia melakukan survei Konsumen tiap bulan, sejak Oktober 1999. Kini, jumlah responden sekitar 4.600 rumah tangga, yang berdomisili di 18 kota. Pengolahan hasil survei dilakukan dengan metode Balance Score yaitu saldo bersih (net balance) ditambah 100. Saldo bersih merupakan selisih antara jumlah responden yang menjawab meningkat dengan yang menjawab menurun.
Hasil survei yang utama atau mewakili keseluruhan disebut sebagai Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Angka indeks di atas 100 menunjukkan optimis, dan di bawah 100 berarti pesimis.
Selama 10 tahun sebelum pandemi, IKK nyaris tak pernah memasuki wilayah pesimis. Hanya pernah terjadi dua kali, yaitu pada September 2015 (97,5) dan Oktober 2015 (99,3). IKK mulai memasuki zona pesimis sejak April 2020 bisa dipastikan karena dampak pandemi covid-19. IKK menyentuh titik terendah sepanjang sejarah survei, yaitu sebesar 77,8 pada Mei 2020.
IKK baru memasuki zona optimis pada April 2021, sebesar 101,5. Meningkat menjadi 104,4 pada bulan Mei dan 107,4 pada bulan Juni. Akan tetapi terjadi penurunan yang sangat signifikan pada bulan Juli, kembali ke zona pesimis dengan nilai 80,2.
IKK merupakan rata-rata sederhana dari Indeks Kondisi Saat ini dan Indeks Ekspektasi Konsumen.
Indeks Kondisi saat ini (IKE) mencerminkan penilaian konsumen atas kondisi saat ini dibanding enam bulan sebelumnya. Nilai IKE telah memasuki zona pesimis karena pandemi sejak April 2020 yang sebesar 62,8. Hingga kini masih berada pada zona pesimis, sebesar 67,1 pada Juli 2021.
Nilai IKE sebesar 67,1 itu dapat dibaca sebagai sekitar 65,5% responden menjawab kondisi ekonominya pada Juli 2021 lebih buruk dari enam bulan lalu. Sedangkan yang menjawab lebih baik hanya sekitar 33,5%.
Menurun drastisnya IKE itu terjadi pada tiga atau semua aspek pembentuknya. Penurunan terbesar adalah pada aspek ketersediaan lapangan kerja, indeksnya sebesar 50,1. Artinya sekitar 75% responden menjawab ketersediaan lapangan kerja saat ini lebih buruk dari enam bulan sebelumnya. Hanya 25% yang menjawab kondisi membaik.
Aspek penghasilan saat ini tercatat dengan nilai indeks sebesar 74,1. Artinya sekitar 63% responden menjawab kondisi penghasilannya saat ini lebih buruk dari enam bulan sebelumnya. Hanya 37% yang menjawab kondisinya membaik.
Aspek pembelian barang tahan lama tercatat dengan indeks sebesar 77,2. Artinya jauh lebih banyak konsumen yang mengaku melakukan pembelian barang tahan lama lebih sedikit dibanding enam bulan sebelumnya. Hal ini sejalan dengan penurunan penilian konsumen terhadap penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja saat ini.
Nilai Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) mencerminkan ekspektasi konsumen untuk enam bulan mendatang. Nilainya sepanjang sejarah survei BI jarang sekali memasuki zona pesimis selama sejarah survei. Terakhir yang tercatat pesimis pada akhir 2015 hingga pertengahan 2016.
Konsumen cenderung memandang masa depan secara optimis. Nilai indeksnya selama beberapa tahun sebelum pandemi mencapai kisaran 130-140, atau sangat optimis.
Ketika dampak pandemi telah membuat keyakinan konsumen (IKK) memasuki zona pesimis, IEK masih bernilai optimis sampai dengan Mei 2021. Nilainya memang menurun cukup tajam, dan sempat hanya 104,9 pada Mei 2020. Terjadi perkembangan luar biasa ketika nilainya untuk pertama kali memasuki zona pesimis, sebesar 93,2 pada Juli 2021.