Scroll untuk baca artikel
Analisis Awalil Rizky

Utang Pemerintah Bertambah Melebihi Defisit APBN

Redaksi
×

Utang Pemerintah Bertambah Melebihi Defisit APBN

Sebarkan artikel ini

SAL tidak selalu dipakai pada tiap tahun anggaran. Harus ditetapkan dalam APBN, artinya dengan persetujuan DPR. Pemakaian dalam kondisi normal biasanya hanya di kisaran 15 sampai dengan 25 triliun.

Kembali pada topik utama, cukup jelas bahwa tambahan utang yang direncanakan APBN (Perpres 72) bukan sebesar defisit (Rp1.039,22 triliun). Melainkan sebesar pembiayaan utang yang mencapai Rp1.220,46 triliun.

Apakah posisi utang (outstanding) pada akhir tahun 2020 akan bertambah sebesar itu dibandingkan posisi akhir tahun 2019? Tidak demikian juga. Ada faktor lain, yaitu penguatan atau pelemahan kurs rupiah antara dua tanggal posisi tersebut dinyatakan.

Sebagaimana umum diketahui, sebagian utang Pemerintah merupakan utang dalam mata uang asing. Porsinya mencapai 38% (Rp1.809,62 triliun) dari total utang (Rp4.779,28 triliun) pada akhir 2019. Sekitar 90 persennya adalah dalam dolar Amerika. Padahal, posisi utang dinyatakan dalam rupiah.

Meski tidak semua utang berupa dolar, sebagai penyederhanaan karena dominasinya, kita dapat memperkirakan pengaruh faktor ini berdasar kursnya. Kurs rupiah yang dipakai saat mencatat posisi utang pada akhir Desember 2019 adalah Rp13,901 per dolar. Sementara ini, Bank Indonesia menargetkan kurs akhir tahun 2020 di kisaran Rp15.000.

Prakiraan secara teknis faktor ini hanya berpengaruh atas nilai utang terdahulu. Utang yang diperoleh tahun 2020 telah otomatis terhitung. Jika kurs akhir tahun 2020 sebesar Rp15.000, maka rupiah melemah 7,91%. Utang pun bertambah karena faktor ini sebesar Rp195,27 triliun.

Dengan perhitungan demikian, maka posisi utang pemerintah akhir 2020 akan bertambah dari pembiayaan utang (Rp1.220,46 triliun) dan dari pelemahan kurs (RP195,27 triliun). Menjadi sebesar Rp6.195,01 triliun.

Tentu realisasi masih menunggu hingga waktunya nanti. Penulis menduga akan lebih besar dari itu. Defisit dan kemudian pembiayaan utang masih mungkin lebih besar dari target Perpres 72. Kurs rupiah yang kini sekitar Rp14.500, masih mungkin melampaui Rp15.000 pada akhir tahun.

Penulis mengakui bahwa penambahan utang memang diperlukan dalam rangka mitigasi dampak ekonomi dari pandemi covid-19. Namun tentang akan bertambah sebesar itu, perlu penjelasan yang lebih detil dan terbuka kepada publik. Penalaran kebijakan pun perlu diutarakan secara lebih jelas untuk apa dan bagaimananya.

Penulis merasa terlalu banyak “iklan” dalam bahan paparan tentang kebijakan, yang sebenarnya berubah-ubah dalam waktu singkat. Publik butuh penalaran yang lebih jelas dan bertanggungjawab, serta tidak berubah dalam waktu singkat. Publik juga pantas bertanya-tanya, apa peran DPR dalam penentuan kebijakan selama ini.