Scroll untuk baca artikel
Blog

UU TPKS Disahkan DPR, Emancipate Indonesia: Perjuangan Baru Dimulai

Redaksi
×

UU TPKS Disahkan DPR, Emancipate Indonesia: Perjuangan Baru Dimulai

Sebarkan artikel ini

“Alhamdulillah banget, sih! Walau pun menurut aku perjuangan kita belum selesai. Malah baru saja dimulai sekarang,”Nabila Tauhida (Associate Communication Director di Emancipate Indonesia)

BARISAN.CO – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) baru saja mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi Undang-Undang pada Rapat Paripurna DPR RI ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022 pada Selasa (12/4/2022).

Beberapa organisasi yang hadir menyaksikan, seperti Koalisi Perempuan Indonesia, Forum Pengada Layanan, Yayasan LBH APIK Jakarta, Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia, dan lain-lain mengapresiasi langkah Ketua DPR RI, Puan Maharani karena telah memperjuangkan RUU itu menjadi UU.

Associate Communication Director dari Emancipate Indonesia, Nabila Tauhida pun merasa bersyukur atas pengesahan tersebut.

“Alhamdulillah banget, sih! Walau pun menurut aku perjuangan kita belum selesai. Malah baru saja dimulai sekarang,” kata Nabila kepada Barisanco pada Rabu (13/4/2022).

Menurutnya, perjuangan yang baru dimulai itu karena implementasinya masih harus dikawal.

Namun demikian, meski UU tersebut telah sah, Nabila justru lebih sepakat dengan RUU sebelum ganti nama, yakni PKS.

“Apalagi yang disahkan ini bahkan basic yang dipakai dari KUHP. Yang awal itu kan lebih fokusnya ke korbannya,” lanjut mahasiswa Universitas Paramadina ini.

Ada pun sembilan jenis kekerasan yang yang diatur dalam Pasal 4 ayat 1 UU TPKS, memang tidak ada poin tentang pemerkosaan. Begitu juga dengan aborsi. Berikut isi pasalnya;

Pasal 4

(1) Tindak Pidana Kekerasan Seksual terdiri atas:

a. pelecehan seksual nonfisik;

b. pelecehan seksual fisik;

c. pemaksaan kontrasepsi;

d. pemaksaan sterilisasi;

e. pemaksaan perkawinan;

f. penyiksaan seksual;

g. eksploitasi seksual;

h. perbudakan seksual; dan

i. kekerasan seksual berbasis elektronik.

Mengutip CNN Indonesia, dalam UU TPKS yang baru saja disahkan itu, pemerkosaan masuk jenis kekerasan seksual dalam Pasal 4 ayat 2, namun ancaman hukuman bagi pelakunya tidak datur. Bahkan, mengenai pemaksaan aborsi sama sekali tidak diatur dalam UU tersebut.

Selaku pihak pengusul, pemerintah menyampaikan, pemerkosaan dan pemaksaan aborsi akan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pindana (KUHP).

Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Hiariej mengatakan, hal itu supaya berbagai modus operandi bentuk kekerasan seksual apa pun bisa ditanggulangi dengan sarana hukum yang ada.

Pembahasan RKUHP sempat dibahas pada tahun 2019, namun gelombang penolakan terjadi di berbagai daerah sehingga harus diundur. Eddy menyebut, rencananya RKUHP masih perlu digodok karena ada beberapa kekurangan. Rencananya akan disahkan pada bulan Juni mendatang.

Sementara itu, tanggapan dari Ketua Komisi III DPR, Bambang Wuryanto justru berbeda. Dia menganggap, RKUHP tinggal ketok palu, tidak ada pembahasan mengenai tindakan pidana tertentu termasuk pemerkosaan dan juga pemaksaan aborsi.