Barisan.co – Pembangunan sarana dan prasarana pendukung pariwisata ala-ala Jurassic Park oleh pemerintah di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo mendapatkan pertentangan dari berbagai pihak. Program pembangunan yang diproyeksikan menjadi bagian dari program wisata premium tersebut dianggap bakal membahayakan dan mengancam ekosistem habitat komodo di sana.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Nusa Tenggara Timur (WALHI NTT), Umbu Wulang T. Paranggi mempertanyakan tidak adanya ahli berbicara kepada publik terkait dengan proyek parawisata yang sedang di jalankan oleh pemerintah di Pulau Rinca, NTT. Menurutnya, perlu adanya keterangan ilmiah agar masyarakat dapat percaya keseriusan pemerintah dalam mengurus konservasi secara serius.
“Ada tidak ahli paleontologis yang dimiliki oleh pemerintah atau ahli yang tidak dimiliki oleh pemerintah yang sampaikan ke publik. Apa hubungannya Jurassic sama Komodo? Yang terjadi kan kemudian branding atau pencitraan doang. Ini Jurassic Park Kawasan Jurassic Park. Tapi ga ada satupun penjelasan ilmiah, keterangan ilmiah, yang disampaikan ke publik, apa hubungan antara Jurassic si dinosaurus itu dengan Komodo?” ujar Umbu dalam mimbar virtual yang diselenggarakan Barisan.co, Selasa (3/11/2020).
Umbu menyarankan agar pemerintah dapat menangani urusan sainsnya terlebih dahulu. Ia menilai hampir semua narasi di media tidak ada satupun keterangan sains yang dikeluarkan oleh ahli Komodo. Semua dikeluarkan oleh pejabat-pejabat administrasi yang akan sulit untuk dipercayai.
“Narasi yang keluar dari pemerintah, bahwa urusan wisata ini juga ada urusannya dengan kesejahteraan warga. Kan engga mungkin masyarakat hanya disuruh jaga Komodo tapi kesejahteraannya itu tidak terjamin. Dan kita wisata yang ramah lingkungan agar juga kesehteraan warga itu bisa terwujud,” tambahnya.
Menurut Umbu, pernyataan itu tampaknya baik-baik saja, namun secara logika menyatakan bahwa negara tidak mampu menyejahterakan warga.
“Selama minimal kalau kita hitung taman nasional itu dari tahun 1980-an ya? Selama 40 tahun pemerintah ga mampu menyelaraskan urusan-urusan konservasi dengan urusan kesejahteraan rakyat. Dan ketidaksejahteraan rakyat itu menjadi legitimasi untuk membuka keran besar-besaran. Nah 40 tahun itu kan bukan waktu yang sedikit. KK disana kan yang dulu kan cuma ratusan KK. Jadi urusan menyejahterkan warga dan urusan konservasi itu engga jalan berarti. Dan itu sebenarnya kan menjadi auto-kritik sendiri buat pemerintah. Selama 40 tahun ngapain aja?” ujar Umbu.