Scroll untuk baca artikel
Blog

Warisan Leluhur, Filsafat Nusantara Mulai Luntur

Redaksi
×

Warisan Leluhur, Filsafat Nusantara Mulai Luntur

Sebarkan artikel ini

Penjajahan tersebut membuktikan bahwa Belanda iri kepada kita sebab bangsa ini memiliki beragam budaya dan kekayaan alam.

Kebanggaan ini harus terpatri. Meski leluhur kita di kerajaan telah kehilangan kekuasaan politik dan kekuasaan pemerintah. Namun masih memiliki kekuatan yang luar biasa dengan beraktifitas di istana sebagai lambang rohani atau kebudayaan spiritual.

Karena leluhur kita memiliki pemikiran cemerlang dan menjaga wibawa kekuasaanya sebagai pusat kebudayaan.

Pola pikir semacam itu, sebagai bangsa yang berbudaya diharapkan menjadi momentum untuk tetap aktif berkarya dan saling memperkuat tali persatuan dan kesatuan.

Sungguh diluar batas kekuatan yang tidak dimiliki bangsa lain. Dengan persatuan dan kesatuan mampu bersama hingga menjadi negara yang memiliki banyak pulau dengan kekayaan alam yang melimpah.

Warisan lelhur melalui karya sastra, ternyata mampu menangkapnya dan mewarisinya. Maka banyak sastrawan dan budayawan yang lahir di bumi nusantara yang malang melintang sampai ke manca negara seperti WS Rendra, Taufik Ismail, Afandi, Cak Nun maupun olimpiade sains yang selalu menang di arena kejuaraan.

Filsafat Pribumi

Bahkan anehnya pada tahun 1940 Prof. Dr.I.J Brugmans, sarjana Belanda dengan gegabahnya mengatakan bahwa negara kita tercinta tidak ada “Filsafat Pribumi” (autochtone philosophie) tetapi  yang ada adalah “Filsafat Barat”. Jadi orang Indonesia tidak dapat berbicara tentang filsafat pribumi (Nusantara).

Filsafat Nusantara adalah raga dan jiwa bangsa Indonesia, sehingga Prof. Dr. P.J Zoet Mulder menyanggah pernyataan Brugmans. Zoet Mulder mengatakan ada perbedaan filsafat nusantara dengan filsafat barat. Filsafat nusantara memiliki akar filsafat ketimuran. Di barat filsafat sebagai kerja otak, sedangkan filsafat nusantara untuk mengisi jiwa dan alam pikir.

Warisan leluhur filsafat nusantara memang jika di barat mempelajari filsafat demi ilmu. Hanya ilmu demi ilmu, seperti seni untuk seni. Padahal seni tidak hanya untuk seni, tapi untuk perjuangan maupun kemasyarakatan.

Filsafat nusantara memberikan hikmah terpenting yakni pucak filsafat tidah menghasilkan aktivitas pemikiran yang membelenggu, namun mengenal Tuhan dan ciptaan-Nya.

Jadi filsafat nusantara adalah Ngelmu yakni sarana untuk menghayati segala hasil cipta, raya, dan karya. Sehingga mencapai kesempurnaan atau kamuksaan menjadi hamba yang dekat dengan Tuhan, dan menemukan indah di atas keindahan sebagai akhir tujuan hidup.

Maka sebagaiman pernyataan Brugmans, perlu mempelajari warisan leluhur dalam filsafat nusantara. Seperti kesusastraan yang bernilai seni tinggi, sebagaimana pujangga Ranggawarsita dan Mangkunegara IV mencapai puncak filsafat nusantara.