BARISAN.CO – Sepatutnya bangsa ini memiliki kebanggaan, karena Tuhan memberikan rahmat dan memberikan pintu hikmah di balik sejarah. Nilai-nilai dan karya budaya bangsa patut dilestarikan dan dijaga sebagai budaya warisan leluhur yang tidak dimiliki bangsa lain. Karena bangsa ini lahir dari akar budaya lokal yang terus berkembang.
Warisan leluhur mulai dari bercocok tanam, berternak, bermasyarakat. Lalu mulai mendirikan pemerintahan, baik berdirinya kerajaan atau keraton sebagai pusat pemerintahan. Begitupun pola hidup masyarakat menjadi laju pusat kebudayaan.
Sebagai pusat kebudayaan meninggalkan beragam karya baik berupa bangunan maupun karya lainnya. Peninggalan bersejarah yang bersifat monumental berupa bangunan bersejarah mempunyai nilai seni yang tinggi dan masih dapat kita nikmati hingga sekarang.
Peninggalan itu seperti candi prambanan peninggalan kerajaan mataram, candi penatan peninggalan kerajaan mahapahit, candi borobudur, masjid demak, serta istana yang ada di surakarta (solo) dan istana yang ada di yogyakarta yang tetap eksis hingga sekarang.
Selain peninggalan bersejarah berupa bangunan fisik yang bersifat monumental, ada pula berupa karya sastra. Karya tersebut sungguh membuat kekaguman, bahkan bangsa lain patut iri kepada bangsa Indonesia selain kekayaan alamnya.
Karya sastra tersebut seperti kitab ramayana merupakan peninggalan kerajaan mataram, mahabharata merupakan peninggalan kerajaan Medang, arjuna wiwaha karya empu kanwa yang merupakan peninggalan kerjaan kahuripan, baratayudha karya empu sedah dan empu panuluh yang merupakan peninggakan kerajaan kediri, negara kertamagama karya empu prapanca yang merupakan peninggalan kerajaan majapahit.
Begitu juga peninggalan kerajaan Islam maupun para wali, baik berupa serat maupun suluk. Warisan leluhur dari Walisongo, seperti Sunan Kalijaga meninggalkan karya syair jawa dan gamelan.Ada juga uluk syekh al-bari merupakan peninggalan kerajaan demak, serat nitipraya merupakan peninggalan kerajaan mataram.
Bangsa ini harus percaya sepenuhnya bahwa tidak mungkin sebagai seorang yang beriman, akan berbuat kelakuan yang tidak semestinya atau berbuat keji seperti melupakan warisan budaya.
Jika ada perbuatan semacam itu, mereka yang tidak percaya dengan hasil cipta rasa karsa manusia dari para leluhur dan karunia Tuhan. Bangsa Indonesia patut bersyukur atas karunia-Nya, tidak patut untuk berbuat kerusakan atau melupakannya.
Belajar pada sejarah. Cerita kerajaan Mataram yang terpecah menjadi empat kerajaan yakni Surakarta, Ngayogyakarta, Mangkunegara dan Pakualaman yang keempatnya telah kehilangan kekuasaan politik, kenegaraan dan otoritas pemerintahan yang diambil alih di bawah kekuasaan pemerintahan kolonial belanda.
Penjajahan tersebut membuktikan bahwa Belanda iri kepada kita sebab bangsa ini memiliki beragam budaya dan kekayaan alam.
Kebanggaan ini harus terpatri. Meski leluhur kita di kerajaan telah kehilangan kekuasaan politik dan kekuasaan pemerintah. Namun masih memiliki kekuatan yang luar biasa dengan beraktifitas di istana sebagai lambang rohani atau kebudayaan spiritual.
Karena leluhur kita memiliki pemikiran cemerlang dan menjaga wibawa kekuasaanya sebagai pusat kebudayaan.
Pola pikir semacam itu, sebagai bangsa yang berbudaya diharapkan menjadi momentum untuk tetap aktif berkarya dan saling memperkuat tali persatuan dan kesatuan.
Sungguh diluar batas kekuatan yang tidak dimiliki bangsa lain. Dengan persatuan dan kesatuan mampu bersama hingga menjadi negara yang memiliki banyak pulau dengan kekayaan alam yang melimpah.
Warisan lelhur melalui karya sastra, ternyata mampu menangkapnya dan mewarisinya. Maka banyak sastrawan dan budayawan yang lahir di bumi nusantara yang malang melintang sampai ke manca negara seperti WS Rendra, Taufik Ismail, Afandi, Cak Nun maupun olimpiade sains yang selalu menang di arena kejuaraan.
Filsafat Pribumi
Bahkan anehnya pada tahun 1940 Prof. Dr.I.J Brugmans, sarjana Belanda dengan gegabahnya mengatakan bahwa negara kita tercinta tidak ada “Filsafat Pribumi” (autochtone philosophie) tetapi yang ada adalah “Filsafat Barat”. Jadi orang Indonesia tidak dapat berbicara tentang filsafat pribumi (Nusantara).
Filsafat Nusantara adalah raga dan jiwa bangsa Indonesia, sehingga Prof. Dr. P.J Zoet Mulder menyanggah pernyataan Brugmans. Zoet Mulder mengatakan ada perbedaan filsafat nusantara dengan filsafat barat. Filsafat nusantara memiliki akar filsafat ketimuran. Di barat filsafat sebagai kerja otak, sedangkan filsafat nusantara untuk mengisi jiwa dan alam pikir.
Warisan leluhur filsafat nusantara memang jika di barat mempelajari filsafat demi ilmu. Hanya ilmu demi ilmu, seperti seni untuk seni. Padahal seni tidak hanya untuk seni, tapi untuk perjuangan maupun kemasyarakatan.
Filsafat nusantara memberikan hikmah terpenting yakni pucak filsafat tidah menghasilkan aktivitas pemikiran yang membelenggu, namun mengenal Tuhan dan ciptaan-Nya.
Jadi filsafat nusantara adalah Ngelmu yakni sarana untuk menghayati segala hasil cipta, raya, dan karya. Sehingga mencapai kesempurnaan atau kamuksaan menjadi hamba yang dekat dengan Tuhan, dan menemukan indah di atas keindahan sebagai akhir tujuan hidup.
Maka sebagaiman pernyataan Brugmans, perlu mempelajari warisan leluhur dalam filsafat nusantara. Seperti kesusastraan yang bernilai seni tinggi, sebagaimana pujangga Ranggawarsita dan Mangkunegara IV mencapai puncak filsafat nusantara.
Dokumen bersejarah dan karya yang ditulis para pujangga atau ahli sastra yang mengandung unsur-unsur filsafat nusantara. Seperti, Serat Wedhatama, Serat Kalatidha, Serat Centini, Serat Hidayat Jati, Wulang Reh, cerita wayang Mahabharata maupun Ramayana. Itu belum karya-karya yang membaur di masyarakat, seperti lagu rakyat, mitologi, babad, maupun pitutur budaya lokal.
Nikmat mana yang didustakan, Tuhan telah memberikan karunia yang tidak dimiliki bangsa lain. Warisan leluhur bangsa ini, membuat iri bangsa lain. Bahkan ada bangsa lain yang mengaku-aku-i kekayaan budaya Indonesia.
Namun demikian jangan pernah bertindak emosional. Sehingga terjebak pada kekerasan dan perpecahan. Mudah-mudahan kita tetap istiqamah dan tetap bersyukur atas segala karunia-Nya.
Wahai pewaris budaya yang selalu menjaga warisan leluhur. Semoga para leluhur menjadi seperti garam di lautan, asin terasa tapi tidak kelihatan. Tentunya jangan seperti lipstik, kelihatan tapi tidak terasa.
Diskusi tentang post ini