DALANG edan Tegal, Enthus Susmono, pernah berkata. Warung Tegal mencerdaskan bangsa. Sebabnya, mau makan di mana lagi para mahasiswa kalau tidak di warteg. Murah, bergizi.
Warteg yang menguasai Jakarta, dan kini berekspansi ke hampir setiap kota di Indonesia.
Kalau diselisik, di Tegal sendiri tidak ada warteg. Ya saja, tukas budayawan Tegal Wuryanto: karena setiap warung makan di Tegal dengan sendirinya warteg.
Alkisah, kala penyerangan Mataram Sultan Agung ke Batavia VOC, Tegal dijadikan dapur besar. Senopatinya Martoloyo asal Surabaya, seorang perompak laut utara Jawa.
Lalu pasukan telik sandinya, berasal dari tiga desa. Sidakaton, Sidapurna, Jembawan — belakangan mereka jadi desa asal warteg.
Badan intelejen itu menyusup ke Batavia sebagai penjaja makan. Lama kelamaan, gerakan warung rakyat ini berkembang jadi warteg.
Mataram Sultan Agung gagal, kalah dalam perang melawan racun, tapi…..
Warteg tidak pernah gagal menyerbu Jakarta***