Scroll untuk baca artikel
Blog

Warung Proletar

Redaksi
×

Warung Proletar

Sebarkan artikel ini

Sudahlah, akui saja ini bukan ide demokrasi, tapi kerajaan tunggal dalam lakon super power
Di kedai paling gelap pinggiran kota, kami hanya bisa berbisik tentang kekuasaan
Tentang hak yang tergadai azas, dalam kemanusiaan tanpa manusia
Sebagaimana sebelum manusia diciptakan, entah apa kata terkatakan
Di malam Sura kami bertanya, apakah tidak ada amandemen para malaikat
Atau setidaknya peringatan sebagaimana Nietze: alangkah sulitnya jadi manusia

Malam pun lewat tengah malam, aku tutup layar pertunjukanku sendiri
Untuk aku buka kembali besok pagi dengan kekuatan: dalam tubuhku hidupku aku mainkan sendiri, dalam kemerdekaanku…

Semarang, 27 Juli 2022

CHAIRIL BIN ATANG
Cerita buat: Joshua Igho

Deru kereta dan rumah-rumah meped rel
Dari mana mau ke mana, menara penyaksi angkutan rakyat 1945
Seorang pengamen dengan marakas: jangan pergi hari hujan, jangan pergi jadi urban…
Seorang sepi berjalan menyepi-nyepi
Di jalan setapak hingga gerbong-gerbong menggelap
Perjuangan hitam seorang anak malam
Tapi tiram ia dengan sinarnya, penunjuk jalan bagi seluruh habitat saat lautan membadai

Chairil Anwar namanya

Di istana dalam waktu bersamaan, Soekarno berulang membaca syair raya
Kurang revolusioner, Roeslan, katanya, kita mesti cari penyair progresif
Ada, Paduka, tapi maaf dia binatang jalang: sudah binatang jalang dari kumpulan terbuang pulak…
Siapa peduli, cetus Paduka, mari kita temui sang pecinta malam
Kopi dan rokok kretek dalam sejarah bangsa, lalu dasar kebudayaan
Bukan pendakian ke awang-awang, tapi penggalian hingga ke dasar jiwa manusia

Siapa dia punya nama
Chairil namanya, bukan Sarinah

Sapa perempuan bergincu: boeng ayo boeng…
Bersama teriakan sang penyair: sekali berarti sudah itu mati..!
Sekali arti itu si binatang mengubah dua larik syair
Tanggap si boeng: Nah, ini baru progresif revolusioner..!
Sang jalang kembali masuk dalam ceruk malam: mampus kau dikoyak-koyak sepi
Ia telah memerdekakan bangsanya dengan puisi
Dengan bahasa sehari-hari, pun bahasa jalanan
Betapa Bung Karno berpidato dengan bahasa si binatang, bukan bahasa Moi Melayu Indie

Chairil namanya, bukan Sarinah
Sayang sayang…

Berkumandang lagu kebangsaan itu:
Bangunlah jiwanya
Bangunlah badannya…

Jangan pergi hari hujan
Jangan pergi jadi urban
Ahaakk..!

(Chairil namanya, mungkin Bin Atang Soeigho)

Semarang, 25 Juli 2022