BARISAN.CO – Risiko bencana masih akan terus ada hingga Februari. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat lebih waspada, sebab tingginya curah hujan berpotensi menimbulkan bencana hampir di semua wilayah Indonesia.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkap akan datangnya secara bersamaan empat fenomena yaitu La Nina, Angin Monsun Asia, Madden Jualian Oscillation (MJO), serta gelombang Rossby Ekuatorial dan Kelvin, patut menjadi perhatian. Keempat fenomena tersebut membentuk awan-awan tebal yang menambah pasokan hujan.
La Nina merupakan fenomena iklim global yang terjadi kurang lebih 2 – 8 tahun. Fenomena ini mengakibatkan suhu permukaan air di Samudera Pasifik menjadi lebih dingin dibandingkan suhu permukaan air di wilayah Indonesia. BMKG mengamati saat ini suhu wilayah di perairan Indonesia makin hangat yakni 29 derajat celcius. “Perbedaan suhu mendorong tekanan udara dan terjadilah aliran masa udara sehingga pasokan uap air dan awan – awan di Indonesia meningkat,” papar Dwikorita pada jumpa pers Sabtu (23/01).
Sementara itu fenomena Angin Monsun Asia merupakan angin yang membawa musim hujan di wilayah Indonesia. Fenomena ini mengakibatkan pembentukan awan hujan di Indonesia bersama dengan La Nina. Meski begitu Angin Monsun Asia akan melemah pada Maret dan netral pada Mei.
Intensitas hujan semakin sering terjadi karena adanya gelombang atmosfer yang membawa kumpulan awan-awan hujan bergerak dari Samudera Hindia zona tropis memasuki wilayah Indonesia menuju Samudera Pasifik. Fenomena itu disebut MJO. Karena topografi Indonesia yang bergunung-gunung menjadikan fenomena sebagai dalang pemasok hujan seperti La Nina dan Monsun Asia.
Gelombang atmosfer lainnya yang datang ke Indonesia adalah Rossby Ekuatorial dan Kelvin. Fenomena ini meningkatkan suhu air laut dan munculnya bibit siklon tropis. “Siklon berdampak pada meningkatnya air hujan dan angin kencang,” jelas Dwikorta.
BMKG telah membuat skenario. Skenario terburuk semua fenomena akan terjadi secara bersamaan. Skenario terbaik fenomena yang terjadi hanya satu saja atau bergantian. Sayangnya dari hasil pengamatan BMKG, keempat fenomena datang bersamaan pada Januari hingga Maret. Curah hujan pun meningkat 300–500 milimeter atau setara 40–80 persen dari angka normal.
“Karena curah hujan ekstrem ini merata, maka daerah mana yang terjadi bencana dulu, tergantung pada daya dukung lingkungan masing-masing wilayah,” papar Dwikorta.
Analisis dan Prakiraan Puncak Musim Hujan
Hampir semua wilayah di Indonesia saat ini sudah memasuki musim penghujan. Analisis BMKG 94 persen wilayah Indonesia berkategori hujan dan 6 persennya berstatus kemarau. Meski begitu, puncak hujan di setiap daerah berbeda-beda.
“Dan didominasi terjadi pada Januari dan Februari,” ujar Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG Dodo Gunawan.
Dodo memaparkanpada bulan Januari akhir umumnya diperkirakan curah hujan berada di kriteria menengah hingga tinggi (>50 mm/dasarian). Kecuali di sebagian pesisir timur Aceh, bagian timur Riau, sebagian kecil Sumatera Barat, pesir timur Jambi dan Sumatera Selatan, bagian barat Kalimantam Barat, sebagian Sulawesi Selatan bagian timur, Sulawesi Tengah bagian Timur, dan sebagian pulau Seram (Maluku).
Untuk prakiraan curah hujan pada bulan Februari sampai April 2021 pada umumnya berada di kategori menengah – tinggi. Curah hujan tinggi (>300 mm/bulan) terjadi di bagian barat Sumatera, sebagian besar Jawa, sebagian Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), bagian tengah-utara Kalimantan, sebagian besar Sulawesi, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan Papua.
Sedangkan pada bulan Mei sampai Juli 2021 curah hujan umumnya berada pada kategori rendah – menengah. Dengan curah hujan tinggi (>300 mm/bulan) dan berpeluang besar terjadi di bagian utara Kalimantan, sebagian Sulawesi, sebagian Maluku Utara, sebagian Maluku, Papua Barat bagian utara, dan Papua bagian tengah.
Musim penghujan ini akan berpotensi banjir. Kira-kira di akhir Januari sampai awal Februari dengan skala menengah. “Untuk kategori tinggi di Kabupaten Rote Ndao di NTT … Fenomena ekstrem ini tidak lepas kaitannya dengan perubahan iklim dalam jangka panjang,” ungkap Dodo.
Untuk itu ia sangat mengimbau masyarakat untuk waspada. Khusus di sekitaran Jabodetabek. diprakiraan pula curah hujan di Jabodetabek pada awal Februari hingga di minggu ketiga Februari berada pada kategori menengah (50-150 mm/dasarian). Bahkan jika diamati makin ke sini kota Jakarta nilai ekstremnya cenderung semakin tinggi dan lebih sering.
“Dampak terhadap bencana hidrometeorologinya tetap harus diwaspadai, karena curah hujan bukan faktor tunggal melainkan ada faktor-faktor yang lain yang turut memperburuk kondisi dari permukaannya,” tambah Dodo.
Deputi Meteorologi Gusnawan menambahkan bibit siklon tropis 93S terpantau di Samudera Hindia sebelah barat daya Lampung dengan kecepatan angin di pusat 35 knot dari arah selatan. Selain itu, daerah pertemuan dan perlambatan kecepatan angin (konvergensi) lainnya terpantau memanjang. Kondisi tersebut mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar sirkulasi siklonik dan di sepanjang daerah konvergensi.
“Adanya perlambatan angin pada tanggal 23 Januari 2021 kemarin, tepatnya di atas pulau Manado sehingga terjadi hujan yang cukup signifikan,” kata Gusnawan. []
Penulis: Putri Nur Wijayanti & Yusnaeni
Diskusi tentang post ini