Scroll untuk baca artikel
Blog

Kelanjutan Proyek Pesawat R80 Usai Dicoret sebagai Proyek Strategis Nasional

Redaksi
×

Kelanjutan Proyek Pesawat R80 Usai Dicoret sebagai Proyek Strategis Nasional

Sebarkan artikel ini

R80 yang dicoret dari proyek strategis nasional (PSN) pemerintah 2020-2024, masih berjalan hingga saat ini.

BARISAN.CO – Pemerintah pada tahun 2020 memutuskan menghapus proyek pengembangan pesawat 80 penumpang (R80) dari proyek strategis nasional (PSN) pemerintah 2020-2024. Alasannya karena semua semua PSN harus selesai dalam kurun waktu empat tahun. Sedangkan, untuk membangun pesawat diperlukan waktu yang lebih lama.

Dalam wawancara ekslusif, Komisaris Utama PT Regio Aviasi Industri (RAI), Ilham Akbar Habibie mengungkapkan, proyek R80 saat ini masih berjalan, namun pandemi membuat pekerjaan menjadi lebih lambat.

Selain itu, pria lulusan Universitas Chicago ini menuturkan, PT RAI masih berkomunikasi dengan PT Dirgantara Indonesia (PT DI), dan juga perusahaan dari luar negeri yang memiliki keinginan kerja sama dengan Indonesia. Entah itu kerja sama dengan PT RAI atau PT DI, namun Ilham mengatakan dunia dirgantara internasional memerhatikan Indonesia soal ini.

Ilham menjelaskan alasan Indonesia menarik perhatian dunia karena memiliki kemampuan dan pasar yang sangat besar, bukan hanya karena jumlah penduduknya melainkan juga luas negara serta geo-strukturnya.

“Dengan kita sebagai negara kepulauan, tanpa pesawat, ekonomi kita tidak akan kemana-mana. Harus ada pesawat,” ungkap Ilham.

Menurut Ilham untuk membuat pesawat terbang saat ini yang perlu diperhatikan terkait dengan kehijauan bahwasanya pesawat harus menggunakan teknologi termasuk engine-nya yang ramah lingkungan, kalau bisa bahkan net zero, entah itu hybrid atau elektrik semuanya. Namun demikian, Ilham menyebut pertanyaan-pertanyaan seperti itu di dunia ini belum ada yang bisa jawab karena masih dalam peralihan.

“Jadi, kalau kita lihat pesawat ATR (Aerel da Transporto Regionale) yang baling-baling itu yang digunakan boleh oleh semua airlines di Indonesia menggunakan itu yang menggunakan baling-baling. Pasar terbesarnya sendiri ada di Indonesia. Jadi, ini bukan karena kebetulan dulu kita mau membuat pesawat terbang baling-baling karena pasar utamanya di Indonesia karena kapasitasnya tidak terlalu besar,” kata Ilham.

Pesawat Baling-baling Pilihan yang Lebih Baik

Ilham menyampaikan ATR dapat menampung 70-80 penumpang dan bisa mendarat di landasan yang lebih pendek. Sedangkan, dengan jet, misalnya Boeing 737 atau Airbus 230, minimal 2.500 meter, tetapi dengan baling-baling setengahnya sudah cukup.

Ilham menuturkan, banyak kota di Indonesia punya bandara seperti di Samarinda masalahnya bukan landasan saja, tetapi juga kapasitas, jet bisa setiap harinya terbang beberapa kali, tapi penuhnya harus sampai 150 orang.

“Kadang tidak bisa, tergantung kapasitas. Jadi, dengan kapasitas yang lebih kecil, katakanlah baling-baling itu mungkin lebih mudah untuk diisi,” tutur Ilham.

Ilham mengingatkan keadaan di Indonesia itu sebetulnya hari ini dan di masa mendatang akan semakin banyak memerlukan adanya pesawat tak hanya untuk transportasi orang, tapi juga barang, khususnya barang yang memiliki nilai-nilai lebih tinggi.

“Misalnya untuk produk maritim itu lobster. Kalau dalam keadaan hidup, memang harus dengan pesawat,” ujar Ilham.

Ilham mengatakan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti memulai Susi Airlines guna mengantarkan lobster dalam bentuk masih hidup agar nilai ekonomisnya lebih tinggi daripada dalam keadaan kalau sudah mati dan mungkin dibekukan dalam es.

Sebab, banyak kasus di Indonesia begitu memerlukan pesawat terbang sehingga masa depan R80 saat ini masih dijalankan walaupun saat ini intensitasnya berkurang daripada sebelum pandemi.

“Semua airlines juga menderita, dengan kata lain juga berdampak kepada produsen pesawat terbang. Banyak pesanan yang telah diterima tidak bisa dieksekusi, airlines minta ditunda dulu karena mereka tidak mampu bayar dan tidak mampu mengoperasikannya karena domainnya kecil,” tambah Ilham.