Juga, memperkuat institusionalisasi sistem politik yang membuat rotasi elit hanya di sekitar mereka saja. Lalu, rakyat hanya menjadi penonton.
Nah, dalam kondisi ini, gerakan sosial lahir sebagai bentuk kritik atas keresahan sosial masyarakat dan kondisi ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat, baik sebagian maupun keseluruhan.
Apakah dalam kondisi lembaga perwakilan (DPR) kuat dan tidak terkooptasi oleh eksekutif, maka gerakan sosial melemah? Tidak juga. Seperti saya sebutkan di atas, gerakan sosial merupakan gerakan esoteris, jangka panjang, yang akan selalu lahir sebagai bentuk koreksi kepada kekuasaan.
Sementara DPR sendiri, dalam kondisi bagus sekalipun, harus berkompromi dengan berbagai kepentingan elite di sekitar mereka.
Red: Lembaga perwakilan publik di Indonesia sepertinya tidak akan bisa independen dan aspiratif karena faktanya, proses politik dalam pemilihan anggota parlemen saja masih tidak memungkinkan bagi mereka yang tidak memiliki cukup backup finansial untuk lolos, padahal potensial dan bebas kepentingan pemodal?
YU: Lembaga legislatif di negeri ini akan selamanya tersandera jika aturan perundang-undangan yang mengatur partai politik tidak diubah. Sistem elektoral kita terlalu mahal dan hanya menguntungkan mereka yang mempunyai kekuatan finansial besar.
Dalam kondisi ini, jangan harap akan lahir politisi-politisi kharismatik, kuat basis intelektual dan keilmuannya, serta punya visi bagus untuk memperbaiki masyarakat.
Politik elektoral yang mahal hanya akan melahirkan politisi-politisi berbasis pengusaha, kontraktor, preman, atau komprador oligarki, yang tentu saja akan memperjuangkan kepentingan mereka, bukan kepentingan rakyat.
Dalam situasi ini, tidak akan lahir orang-orang hebat seperti Soekarno, Hatta, Syahrir, Tan Malaka, dan sebagainya. Selain memunculkan preman-preman politik yang bergentayangan mencari rente untuk memperkaya kelompoknya dan mengamankan investasi oligarki.
Karena itu, ada beberapa hal yang harus diubah jika kita ingin memperbaiki sistem politik kita.
Pertama, parpol harus ditransformasikan menjadi partai politik publik, bukan parpol milik oligarki. Supaya menjadi parpol publik, maka pendanaan partai politik harus bersumber dari APBN dan dikelola secara akuntabel.
Parpol tidak boleh menjadi alat mencari rente seperti yang selama ini dilakukan, sehingga terjebak dalam berbagai prilaku korupsi dan melakukan bancakan uang APBN/APBD.
Parpol harus benar-benar menjadi lembaga demokrasi sebagai kawah candradimuka untuk melahirkan politisi-politisi berkualitas dan memastikan terjadinya rotasi elit berbasis meritokrasi.