Scroll untuk baca artikel
Blog

24 Tahun Reformasi, Ajakan Reformasi Jilid 2 dengan Damai

Redaksi
×

24 Tahun Reformasi, Ajakan Reformasi Jilid 2 dengan Damai

Sebarkan artikel ini

Harapan publik pada masa awal reformasi akan bekerja memperkuat reformasi sistem hukum dan pilar konstitusi. Namun, ternyata ada hal-hal yang tidak selesai. 24 tahun reformasi, menarik ajakan dari Prof. Azyumardi Azra untuk melakukan reformasi jilid 2 dengan damai.

BARISAN.CO – Tantangan reformasi di usia ke 24 tahun sekarang amat besar. Terbaru adalah kelalaian Kemendagri dalam menerbitkan aturan pelaksanaan yang sesuai mekanisme demokratis dengan pemilihan umum/Pilkada.

Demikian disampaikan Dosen Universitas Paramadina, Hendri Satria pada diskusi publuk LP3ES – Twitter Space Didik J Rachbini, Minggu (22/5/2022)

Hendri Satria mengatakan terkait agenda 24 tahun reformasi, menarik ajakan dari Prof. Azyumardi Azra untuk melakukan reformasi jilid 2 dengan damai.

Selain mekanisme pemilu/pemilukada, tantangan lain demokrasi menurut Hendri Satria adalah Mengenyampingkan petunjuk dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Contoh paling nyata adalah Putusan MK tentang UU Ciptakerja yang harus direvisi namun sampai kini belum juga ada tindak lanjut,” imbuhnya.

Hendri menambahkan Presiden Jokowi semestinya menempatkan masalah HAM dan agenda anti korupsi pada level pertama concern sebagai kepala negara. Hal itu tentunya harus dilakukan di tengah serangan berat ke arah kemunduran demokrasi di Indonesia.

“Jokowi seharusnya menggerakkan seluruh elemen rakyat untuk meningkatkan kualitas demokrasi, dan bukan dengan memainkan drama anti demokrasi dengan memerintahkan pendukungnya untuk menunggu arahan terkait capres 2024,” sambungnya.

Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi LP3ES, Wijayanto mengatakan serangan terhadap demokrasi di Indonesia saat ini merupakan serangan paling kuat yang jika ditinjau dari beberapa sisi, potensial membunuh demokrasi.

“Beberapa refleksi mengisyaratkan kondisi aktual demokrasi Indonesia dibanding 1998 yakni sisi struktural, sisi institusional, sisi Agency dan sisi kultural,” terangnya.

Pada Sisi struktural, pelemahan nyata KPK dengan revisi UU KPK pada 2019 merupakan salah satu penanda nyata dari olgarki yang telah melakukan konsolidasi demikian cepat sampai dengan 2019. Sisi Institusional, pemilu yang semula didesain untuk memilih wakil rakyat dibajak oleh oligarki menjadi penyambung lidah oligarki.

Sisi Agency, pemilu yang memilih wakil-wakil rakyat di parlemen dan para pejabat eksekutif yang semula diharapkan menjadi koridor terdepan dalam memperkuat demokrasi. Sisi Kultural, Demokrasi membutuhkan budaya politik yang sehat.

Menurut Dosen UNDIP Semarang, proyeksi ke depan, masyarakat sipil amat perlu melakukan konsolidasi diri, dengan mempengaruhi aktor-aktor di partai politik yang berpikiran progresif untuk melakukan perubahan diri masig-masing.

“Terkait Pemilu 2024, ruang publik kita harus dididik untuk tidak melulu melakukan “jurnalisme pacuan kuda” yang amat riuh di pinggir arena tapi tidak mengetahui substansi dari kegiatan tersebut,” tegas Wijayanto.

Sementara itu, Akademisi Universitas Gadjah Mada, Herlambang P Wiratraman mengatakan ada banyak harapan publik pada masa awal reformasi yang diharapkan akan bekerja memperkuat reformasi sistem hukum dan pilar konstitusi.

“Namun, ternyata ada hal-hal yang tidak selesai. Dari kacamata politik kekuasaan dan studi-studi tentang kembalinya otoritarianisme, regresi demokrasi di Indonesia dan reorganisasi yang dimanfaatkan kekuatan-kekuatan predator,” imbuhnya.

Menurut Herlambang terdapat 5 palang pintu yang jadi hambatan terbesar demokrasi konstitusional dari sudut pandang hukum.”

Pertama, Impunitas yang menyebabkan gagalnya tindakan hukum terhadap para pelaku pelanggaran HAM masa orde baru dan koruptor yang tidak bisa dimintakan pertangggung jawaban.

Kedua, Terjadi kekerasan yang melibatkan faktor politik atau struktural dalam kasus-kasus konflik lahan dan sumber daya alam. Ketiga, Situasi ini jadi penanda besar begitu kuatnya politik oligarki yang masuk dalam sistem kekuasaan.