Scroll untuk baca artikel
Blog

24 Tahun Reformasi dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia

Redaksi
×

24 Tahun Reformasi dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia

Sebarkan artikel ini

24 TAHUN silam, saat Indonesia diterpa krisis, terjadilah sebuah perubahan sosial dan politik pada periode 1998-1999 yang melahirkan reformasi di negeri ini. Pada periode itu, sistem ketatanegaraan kita dituding sebagai biang kerok atas mandeknya regenerasi kepemimpinan nasional.

Masa reformasi menjawabnya dengan tiga langkah sekaligus yaitu pembatasan masa kepemimpinan, liberalisasi politik dan ekonomi, serta amandemen konstitusi. Atau lebih bekennya terkenal dengan penyebutan “6 agenda reformasi” yaitu: adili Suharto dan pengikutnya, amandemen UUD 1945, hapus dwi fungsi ABRI, hapus KKN, serta tegakkan supremasi hukum.

Selajutnya, maksud hati ingin memperbaiki kesalahan, namun yang terjadi justru sebaliknya, sejak saat itu kekacauan sistem ketatanegaraan terjadi. Dampaknya negara kehilangan kemampuan untuk melaksanakan dua tugas utamanya yakni memberikan kesejahteraaan dan rasa aman (baca: keadilan) bagi rakyatnya. Kenapa bisa demikian?

Sebab kesalahan fatal dari era reformasi adalah menganggap bahwa pemerintahan soeharto adalah pemerintahan yang otoriter, sehingga pendekatan penyelesaiaan masalah dimulai dari sana yaitu menghilangkan negara yang otoriter yang mewujud lewat kepemimpinan Soeharto.

Memang pemerintahan soeharto jauh lebih otoriter ketimbang paham otoritarianisme. Tapi yang perlu diingat ialah bahwa pewaris atau penerus suharto tetap ada.

Jangan kita lupakan bahwa selama 32 tahun berkuasa, Suharto berhasil membangun basis kekuasaannya dengan jalan menundukan dan mengendalikan seluruh elemen bangsa, dengan Suharto mampu duduk di atas puncak piramida kekuasaan tersebut sendirian.

Hal ini menurut Jeffrey A. Winters dalam bukunya oligarki, mengatakan bahwa zaman kepemimpinan Suharto adalah oligarki sultanistik. Artinya, Suharto berada di puncak piramida kekuasaan dan mengendalikan serta mengontrol semua kelompok oligarki yang menginduk kepadanya.

Akibatnya, ketika Suharto jatuh, yang terjadi adalah pertarungan antar oligarki yang tadinya dibawah kendali Suharto untuk memperebutkan sumber daya yang ada.

Fenomena pertarungan oligarki dalam mengendalikan negara inilah yang terus langgeng hingga saat ini. Sebab dalam reformasi yang melahirkan demokrasi para oligarki ini menjadikan negara sebagai arena pelegalan dari kepentingan mereka lewat wakil-wakil mereka di parlemen. Akibatnya, kewajiban utama negara negara dalam memenuhi hak rakyatnya terbengkalai dan rakyat tetap merintih dalam pedihnya kemiskinan.

Negara republik dengan sistem pemerintah yang menganut sistem demokrasi seperti halnya Indonesia adalah bentuk negara ideal menurut Mochtar Lubis. Dalam sebuah negara demokrasi, kekuasan tertinggi berada di tangan rakyat, bukan penguasa.