Scroll untuk baca artikel
Khazanah

3 Tingkatan Bashirah, Kebenaran Hakikat

Redaksi
×

3 Tingkatan Bashirah, Kebenaran Hakikat

Sebarkan artikel ini
Tingkatan Bashirah
Ilustrasi foto/Pexels.com

Sementara itu, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya Kitab Daar as-Sa’adah membagi bashirah manusia menjadi tiga bagian yakni, Pertama orang yang tidak memiliki bashirah iman sama sekali. Dia hanya melihat kegelapan, guntur, dan kilat.

Dia meletakkan dua jarinya di telinganya karena takut kepada suara petir, dan meletakkan tangan di matanya karena takut melihat kilat, khawatir akan membutakan mata. Pandangannya tidak menjangkau apa yang ada di balik itu semua, seperti rahmat dan sebab-sebab kehidupan yang abadi.

Orang seperti kelompok pertama ini adalah orang yang menutup mata terhadap agama. Dia tidak menerima agama Allah Swt yang diturunkan untuk hamba-hamba-Nya meskipun dia telah menyaksikan semua ayat-Nya. Itu karena ia termasuk orang yang telah diputuskan agar sengsara dan celaka.

Faedah peringatan (indzaar) bagi orang seperti ini adalah mendirikan hujah atas dirinya, agar dia disiksa dengan dosanya sendiri, bukan semata[1]mata dengan pengetahuan Allah Swt bahwa dia memang harus menerima siksa.

Kedua, para pemilik bashirah yang lemah, yang pandangan mereka kepada cahaya ini seperti pandangan kelelawar ke bola matahari. Mereka mengikuti nenek moyang mereka. Agamanya adalah agama adat dan lingkungan tempat mereka berada.

Mereka inilah yang dimaksud oleh Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib dengan ucapannya, “Atau orang yang tunduk kepada kebenaran, tapi tidak punya bashirah untuk memilih kebenaran itu.”

Jika mereka ini tunduk kepada para pemilik bashirah tanpa ragu sama sekali, maka mereka ada di jalan keselamatan.

Ketiga, intisari alam, manusia istimewa. Mereka adalah para pemilik bashirah tajam yang menyaksikan nur (cahaya) yang terang ini. Mereka punya keyakinan dan bashirah terhadap keindahan dan kesempurnaan nur ini.

Seandainya lawan dari nur ini dipaparkan ke akal mereka, pasti mereka melihatnya seperti malam yang gelap gulita, hitam. Inilah inti perbedaan antara mereka dengan kelompok sebelumnya. Orang-orang (dari golongan kedua) itu mengikuti orang yang memimpin dan menemani mereka saja.

Seperti kata Ali bin Abi Thalib, “Mereka mengikuti setiap suara panggilan, menuruti semua teriakan orang. Mereka tidak bersuluh dengan cahaya ilmu, dan tidak bersandar ke tiang yang kokoh.”

Ini tanda orang yang tidak punya bashirah. Adapun orang dari kelompok ketiga ini, amal mereka berlandaskan bashirah.

Dengan perbedaan bashirah itulah kemuliaan mereka bertingkat-tingkat, seperti kata seorang salaf ketika menyinggung generasi silam, “Itu hanya karena mereka beramal dengan dasar bashirah.”