Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Ekonom: Semua Indikator Menunjukkan Manfaat Utang Tak Dirasakan Rakyat

Redaksi
×

Ekonom: Semua Indikator Menunjukkan Manfaat Utang Tak Dirasakan Rakyat

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Banyak pihak menilai bengkaknya utang pemerintah jarang disertai penjelasan komprehensif. Kepala Ekonom Pusat Belajar Rakyat, Awalil Rizky, menyebut selama ini pemerintah cenderung hanya menjelaskan sisi input, yakni pendekatan biaya berupa nilai proyek infrastruktur.

Terbaru, penjelasan tentang utang datang dari Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan, yang mengklaim utang pemerintah digunakan secara produktif dan bisa membangun serta rakyat menikmatinya.

Padahal, menurut Awalil, produktivitas tidak bisa tampak dari angka anggaran yang dihabiskan untuk proyek-proyek yang selama ini dikerjakan oleh pemerintah. Menurut Awalil, selain input, ada juga output jumlah infrastruktur yang dibangun dan diperbaiki.

Selain output yang harus diukur, ada juga outcome yang harus dibuktikan. “Bandara tujuannya untuk menambah penumpang dan pengangkutan barang, kan bisa diukur. Kalau buat jalan berarti kan ada dua outputnya kilometer dan outcomenya yakni seberapa banyak mobil yang lewat dan barang yang diangkut,” tutur Awalil dalam webinar Bravos Radio, Jumat (17/12/2021).

Pemerintah sebetulnya mempunyai software untuk menghitungnya. Akan tetapi, Awalil mengamati selama ini tidak pernah mendengar narasi yang didasarkan pada itung-itungan tersebut, melainkan yang lebih banyak didengar adalah soal biaya proyek yang dianggap sebagai peningkatan.

Dari kajiannya, Awalil mendapati utang pemerintah Indonesia selama 7 tahun terakhir (selama era Jokowi) tidaklah seproduktif seperti yang dinarasikan.

“Bukan berarti utang tidak dipakai sama sekali untuk infrastruktur, tetapi ternyata tidak seperti narasinya. Bahkan kalau kita mau kajian lebih teknis kalau benar-benar produktif, itu minimal ada 5 indikasinya,” ujar Awalil.

Pertama, dia menyebut adanya pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dari seandainya tidak utang. Jadi sebelum pandemi, Awalil menyebut tambahan utang pemerintah yang cukup signifikan, belum berhasil mengangkat pertumbuhan ekonomi atau hampir sama saja dengan periode pemerintahan sebelumnya, bahkan malah lebih rendah.

Kedua, soal pendapatan negara. “Kalo memang produktif, harusnya pemerintah bisa menaikkan pendapatan negara. Nah, ternyata selama 7 tahun ini pendapatan negara tidak meningkat akibat utang. Dia boleh jadi meningkat sedikit, tetapi usually bahkan lebih rendah,” lanjutnya.

Ketiga, menurut Awalil, perlu juga dilihat tingkat kemiskinan untuk membuktikan kebenaran klaim produktivitas utang. Sayangnya, indikasi produktif tidak tampak dalam soal ini.

“Apakah jumlah penduduk miskin berkurang signifikan? Angka menunjukkan era pak Jokowi kemiskinan menurun, tetapi, laju penurunnya itu lebih rendah dari era sebelumnya,” tambahnya.

Awalil menyindir utang banyak pun tak bisa benar-benar bermanfaat bagi rakyat sebagaimana diklaim Menteri Luhut Binsar Pandjaitan.

Yang keempat, soal lapangan pekerjaan. Jika memang produktif, Awalil mengungkapkan harusnya lapangan pekerjaan tersedia sehingga pengangguran turun.

Sebagai pengamat, ekonom ini menyebut memang pengangguran turun, hanya saja rata-rata turunnya pengangguran juga sedikit lebih rendah dari periode sebelumnya.

Indikator yang terakhir ialah adanya penambahan aset. Awalil telah melakukan studi tentang aset pemerintah, dan menemukan ternyata tidak ada kenaikan aset pemerintah yang signifikan karena pembelian atau karena pemakaian utang.

“Naik, tapi as usually. Memang aset meningkat tetapi bukan karena pembelian melainkan revaluasi tanah-tanah yang dulu dibeli sejak lama,” ungkapnya.

Dari lima indikator di atas, Awalil menyimpulkan utang pemerintah tidak cukup produktif seperti yang dinarasikan selama ini.