Scroll untuk baca artikel
Kontemplasi

Mensyukuri Nikmat Allah, Inilah 3 Tingkatannya

Redaksi
×

Mensyukuri Nikmat Allah, Inilah 3 Tingkatannya

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Mensyukuri nikmat Allah Swt sebagai upaya kerendahan manusia atas segala karunia yang diberikan. Sedangkan arti syukur menurut bahasa sebagaimana menurut Ash-Shahhah Fil Lughah karya Al-Jauhari, syukur adalah pujian bagi orang yang memberikan kebaikan atau kebaikannya tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) syukur adalah rasa terima kasih kepada Allah Swt.

Sedangkan hakikat syukur menurut Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah Yakni: “Hakikat syukur terhadap nikmat Allah adalah menampakkan pujian dengan lisan, kecintaan di hatinya, dan ketaatan pada anggota tubuhnya. Syukur dibangun di atas lima landasan utama: Ketundukan kepada Allah Swt, kecintaan kepada-Nya, pengakuan terhadap nikmat-Nya, pujian kepada-Nya dan tidak menggunakannya dalam kemaksiatan kepada Allah Swt.

Itulah lima landasan syukur. Barangsiapa yang tidak melaksanakan salah satu dari tiga landasan tersebut, berarti satu landasan telah hilang darinya.” (Madarijus Salikin, 2/244).

Sebagaimana Allah Swt berfirman:

Artinya: “Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah”. (QS. An-Nahl: 114)

Rasa syukur seorang hamba atas nikmat Allah Swt sebagai bentuk dari peribadatan. Maka ketika benar-benar bersyukur merupakan bentuk terima kasih atau rasa cinta seorang hamba kepada Tuhannya. Sebab banyak orang lalai karena diberikan harta, tahta dan bahkan kenikmatan lain oleh Allah, sehingga sangat sedikit orang yang bersyukur.

Allah Swt berfirman:

وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِىَ ٱلشَّكُورُ

Artinya: “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS. Saba: 13)

Dalam ayat yang lain, Allah Swt berfirman:

وَلَقَدْ ءَاتَيْنَا لُقْمَٰنَ ٱلْحِكْمَةَ أَنِ ٱشْكُرْ لِلَّهِ ۚ وَمَن يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِۦ ۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ حَمِيدٌ

“Wa laqad ātainā luqmānal-ḥikmata anisykur lillāh, wa may yasykur fa innamā yasykuru linafsih, wa mang kafara fa innallāha ganiyyun ḥamīd.”

Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Luqman: 12)

Tingkatan syukur

Bersyukur kepada Allah Swt tidak semata-mata hanya saat diberi karunia nikmat. Akan tetapi baik kondisi buruk maupun kondisi baik, bagi seorang hamba hendaknya senantiasa bersyukur. Sebab syukur nikmat tidak hanya soal materi, namun syukur nikmat yang utama adalah nikmat iman.

Begitu juga saat bersyukur tidak hanya waktu diberi nikmat, atau saat akan melakukan ibadah. Tapi kondisi setiap apa-apa yang membuat hati untuk senantiasa mengucap syukur. Mensyukuri nikmat Allah Swt juga merupakan ibadah.

Sementara itu, pengarang kitab Al-Hikam Syekh Ibu Atha’illah As-Sakandari mengatakan bahwa syukur merupakan bentuk pengakuan (الإعتراف) seorang hamba bahwasanya segala nikmat yang diberikan adalah semata-mata karena anugerah Allah Swt. Nikmat sebagai anugerah itu baik secara lisan, perbuatan maupun dalam hati yang paling dalam (الذهن).

Syekh Ibnu Atha’illah As-Sakandari membagi syukur menjadi 3 tingkatan yakni pertama, syukurnya orang awam yakni biasanya bersyukur saat mendapatkan nikmat.

Kedua, syukurnya orang Khosh atau khusus yakni tidak hanya bersyukur atas nikmat, namun juga senantiasa bersyukur ketika mendapatkan musibah maupun malapetaka.

Ketiga, syukurnya khowashul khowas (khususnya khusus) yakni syukurnya orang yang derajatnya sudah maqam makrifat yaitu merasa sudah tidak mendapatkan nikmat atau musibah dari Allah Swt, karena begitu dekat dan cintanya kepada Allah Swt (المحبوب).