Scroll untuk baca artikel
Gaya HidupTerkini

Latah Citayam Fashion Week: Muncul dari ‘Pinggiran’ karena Keterbatasan Ruang Publik, Hingga Jadi Rebutan Elit

Redaksi
×

Latah Citayam Fashion Week: Muncul dari ‘Pinggiran’ karena Keterbatasan Ruang Publik, Hingga Jadi Rebutan Elit

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Kawasan Sudirman Jakarta Selatan tepatnya di SCBD yang biasanya dipenuhi dengan pegawai kantoran, kini menjadi perhatian berbagai pihak. Hal ini karena sekumpulan remaja yang bergaya nyentrik dan kekinian.

Kawasan Sudirman itu pun berubah menjadi street fashion para remaja-remaja yang sebagian besar berasal dari wilayah Citayam, Depok, Bojonggede, hingga Bekasi.

Gaya berpakaian muda mudi Citayam ini yang menjadi daya tarik. Beberapa di antaranya bergaya harajuku, hip hop, hingga cewek mamba dengan outfit monokrom serba hitam.

Ada juga yang sibuk membuat konten untuk media sosial. Banyak konten kreator yang meliput fenomena ini, lantas viral di media sosial dan banyak diperbincangkan. Mereka menyebutnya sebagai “Citayam Fashion Week”.

Muncul Karena Keterbatasan Ruang Publik

Fenomena Citayam Fashion Week ini memang tak lepas dari upaya kota Jakarta untuk mempercantik diri melalui penciptaan ruang yang ‘Instagrammable’ – seperti taman, trotoar luas, dan jembatan penyeberangan.

Selain itu, kemudahan akses transportasi dan kebutuhan membuat konten media sosial menjadi beberapa pencetus utama munculnya Citayam Fashion Week.

Alfian Putra Abadi menulis esai di Project Multatuli bahwa isu di balik Citayam Fashion Week bukan soal fashion, melainkan keterbatasan ruang publik.

Testimoni Alfian sebagai warga Depok, remaja setempat butuh ruang bermain yang toleran, mudah, dan murah dijangkau. Para remaja Depok tadinya berkumpul di kawasan Universitas Indonesia, namun harus pindah karena kebijakan kampus dan PT KAI.

Alhasil, ruang bermain remaja Depok terdesak ke mal, kafe, warnet, mal, rumah, atau ke ruang publik di wilayah Jakarta sekalian.

‘PR’ Citayam Fashion Week

Hadirnya Citayam Fashion Week ini memang tak lepas dari kritikan. Sampah berupa tumpahan makanan, minuman, dan puntung rokok di sekitar area Dukuh Atas menimbulkan kesan kotor. Belum lagi, aktivitas duduk bergerombol di pinggir jalan membuat pengunjung lain kesulitan untuk berjalan.

Namun, selain melambangkan mulai kembalinya akses ruang publik bagi semua golongan warga, sebenarnya juga memiliki potensi melahirkan gaya fesyen jalanan (street fashion) khas Jakarta Raya.

Gaya tersebut merepresentasikan kelompok pinggiran yang mampu bergaya tanpa menghabiskan banyak biaya. Pakaian yang mereka kenakan pun banyak berasal dari merek lokal.

Memang, butuh jalan panjang menjadikan CFW sebagai subkultur yang berpengaruh di panggung dunia. Selain itu, sosialisasi berkala untuk menjaga kebersihan dan ketertiban di Dukuh Atas juga perlu dilakukan agar area terhindar dari pelanggaran hukum seperti konsumsi alkohol di bawah umur dan penyalahgunaan narkotika.

Apalagi soal pendidikan anak-anak tersebut. Mereka kerap nongkrong di jam-jam sekolah yang sudah mulai aktif belakangan ini.

Rebutan Merek

Fenomena anak muda yang nongkrong di kawasan Stasiun Sudirman Dukuh Atas dan menghadirkan istilah SCBD serta berbagai gelaran di area tersebut, seperti Citayam Fashion Week, mulai jadi rebutan para pengusaha hiburan serta berbagai artis.

Beberapa pihak mulai mengklaim gelaran tersebut menjadi merek milik perusahaan pribadi mereka atau untuk merebut nama gelaran tersebut yang awalnya hadir dari kreasi anak anak yang biasa nongkrong di daerah tersebut serta daerah penyangga ibu kota.

Berdasarkan data dari laman resmi PDKI 25 Juli 2022, ada 3 pihak yang telah mendaftarkan Brand Citayam Fashion Week. Ketiganya yakni PT Tiger Wong Entertainment, Indigo Aditya Nugroho dan Daniel Handoko Santoso.

PT Tiger Wong Entertaiment merupakan perusahaan milik aktor dan tokoh publik Baim Wong dan istrinya Paula Verhoeven. Perusahaan ini mengajukan permohonan tersebut pada 20 Juli 2022 dengan nomor JID202205218.

PT Wiger Wong menjelaskan permohonan ini masuk ke dalam kategori jasa hiburan yang bersifat sifat peragaan busana.

Sementara itu, pihak Indigo Aditya mengajukan permohonan sehari sesudahnya, alias pada 21 Juli 2022 dengan nomor JID2022052496.

Dalam keterangannya, Indigo menjelaskan, permohonan tersebut masuk ke kategori jasa hiburan. Indigo menjelaskan jasa tersebut termasuk pendidikan, fashion show (hiburan), hiburan dalam sifat peragaan busana, juga jasa hiburan, yaitu menyediakan acara hiburan langsung.

Merujuk mekanisme yang ada, setelah pendaftaran dilakukan suatu pihak, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham akan melakukan pemeriksaan formalitas pada permohonan merek dalam waktu 15 hari.

Jika syarat lengkap, maka hasilnya atau keputusan atas permohonan akan diumumkan dalam kurun 2 bulan.

Pendaftaran ke PDKI dilakukan untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam peredaran untuk barang atau jasa sejenisnya.