Oleh: Awalil Rizky*
Barisan.co – Pemerintah dan DPR telah menyepakati Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2021 pada 29 September 2020. Ada sedikit perubahan postur dari yang diusulkan dalam Rancangan APBN pada pertengahan Agustus lalu. Berupa penurunan target Pendapatan dan kenaikan Belanja Negara. Akibatnya, defisit bertambah lebar yang diikuti peningkatan kebutuhan utang.
Pendapatan negara direncanakan sebesar Rp1.743,6 triliun. Target hasil pembahasan di DPR ini turun dari RAPBN yang sebesar Rp1.776,4 triliun. Hanya bertambah 2,57% dari target tahun 2020. Hal tersebut sejalan dengan pengakuan Pemerintah bahwa ekonomi terdampak sangat berat oleh pandemi Covid-19, serta kondisi dunia usaha yang belum sepenuhnya pulih.
Target Penerimaan Perpajakan ditetapkan sebesar Rp1.444,5 triliun. Lebih rendah dari usulan RAPBN sebesar Rp1.481,9 triliun. Pemerintah menjelaskan target penerimaan perpajakan telah disesuaikan dengan baseline di tahun 2020 yang mengalami tekanan berat di tengah pandemi. Dan jika target tercapai pun sebenarnya masih lebih rendah dari realisasi tahun 2018 dan 2019.
Sementara itu, target Penerimaan Negara Bukan Pajak ditetapkan sebesar Rp298,2 triliun. Hanya sedikit lebih tinggi dari target RAPBN (Rp293,5 triliun), dan target tahun 2020 (Rp294,1 triliun). Jauh lebih rendah dari capaian tahun 2018 dan 2019, yang lebih dari Rp400 triliun.
Bisa dikatakan, target pendapatan cukup realistis. Jika ditambah lagi justru akan sangat sulit tercapai. Dan jika dipaksakan dengan berbagai kebijakan yang terlampau berorientasi peningkatan pendapatan, maka dapat berdampak memberatkan rakyat atau menimbulkan kontraksi kegiatan dunia usaha.
Dengan demikian, kebijakan APBN yang tersedia sedikit lebih leluasa adalah mengutak-atik pos Belanja dan pos Pembiayaan.
Belanja APBN 2021 direncanakan sebesar Rp2.750,02 triliun. Sedikit lebih tinggi dari usulan RAPBN sebesar Rp2.747,52 triliun. Jika dibandingkan dengan tahun 2020, sepintas ada upaya pengendalian dan penajaman, sehingga tingkat kenaikannya lebih rendah dari Pendapatan.
Namun, kesimpulannya akan berbeda jika dicermati dari data selama beberapa tahun. Belanja tahun 2021 itu naik sebesar 19% dari realisasi tahun 2019. Lebih tinggi dari kenaikan 2019 atas 2017 (15%), dan dari 2017 atas 2015 (11,11%). Dengan kata lain, belanja bertambah melebihi kondisi normal. Dan melampaui laju kenaikan pendapatan pada kurun waktu yang sama.
Belanja APBN 2021 terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.954,54 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp795,47 triliun. Belanja pemerintah pusat terdiri dari belanja Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp1.031,96 triliun dan belanja Non-K/L sebesar Rp922,58 triliun.
Belanja K/L mengalami peningkatan yang terbilang luar biasa, sebanyak 23,4%. Padahal, kenaikan belanja keseluruhan hanya sebesar 0,4%. Berkebalikannya, belanja Non-K/L justru turun sekitar 19%. Belanja Non-K/L meliputi pengelolaan utang negara, subsidi, hibah negara, belanja lainnya dan transaksi khusus.
Perlu diketahui bahwa pembayaran bunga utang meningkat sangat signifikan. Sedangkan belanja Non-K/L yang menurun adalah belanja sosial, subsidi, dan belanja lainnya. Belanja lainnya memang meningkat pesat pada 2020 karena banyak diperlukan mengantisipasi kondisi yang amat tak terduga.
Transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) mengalami sedikit kenaikan, yakni sebesar 4,13%. Jauh di bawah kenaikan belanja K/L. Akibatnya, porsi TKDD dalam total Belanja turun menjadi 28,93%. Memang sedikit meningkat dari porsi pada tahun 2020 yang sebesar 27,89%. Namun kedua tahun ini merupakan porsi terendah sejak era otonomi daerah, yang rata-rata di kisaran 33%.