“Yang sangat penting dan mendesak sekarang ini terutama setelah KPU dan Bawaslu dilantik bagaimana penyelenggara pemilu itu dapat menyiapkan persiapan dan semua tahapan dengan sebaik-baiknya,” Abdul Mu’ti (Sekretaris Umum PP Muhammadiyah)
BARISAN.CO – Wacana penundaan pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden memicu polemik. Bahkan, pada 11 April lalu, para mahasiswa dan masyarakat turun ke jalan menyuarakan aspirasi menolak wacana tersebut.
Dalam berbagai kesempatan, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Muti juga menyampaikan penolakannya karena itu dianggap berisiko sangat luas terhadap sistem ketatanegaraan dan juga masa depan bangsa Indonesia.
Hal itu juga, kembali dia tegaskan dalam seri dialog bertema Membongkar Polemik Penundaan Pemilu yang diselenggarakan oleh Forum Dialog Nusantara. Menurut Abdul Mu’ti, tidak ada alasan untuk menunda Pemilu dan memperpanjang masa jabatan presiden.
“Ekonomi kita kan sudah tumbuh. Artinya alasan ekonomi juga tidak bisa dijadikan argumen penundaan Pemilu,” katanya pada Rabu (13/4/2022).
Dia menambahkan keberhasilan pemerintahan Presiden Joko Widodo juga tidak bisa menjadi alasan agar masa jabatannya diperpanjang karena itu bisa menjadi kultur budaya yang dirasa bertentangan dengan semangat demokrasi dan reformasi.
Pria kelahiran Kudus ini juga menjelaskan, untuk memahami UU dan UUD bukan hanya melihat sisi rumusan redaksi leterlek, namun juga suasana kebatinan yang melandasinya baik disusun oleh DPR maupun MPR.
“Oleh karena terus berjalannya gerakan itu, presiden membuat pernyataan yang paling tidak membuat suatu kepastian untuk sekarang ini bahwa penundaan Pemilu adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Dan, dengan sendirinya masa jabatan presiden juga tidak akan terjadi. Tetapi semua masih wait and see walaupun sudah jelas secara statement,” tambah Abdul Mu’ti.
Guru Besar Bidang Pendidikan Agama Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menyampaikan, poin utamanya saat ini adalah agar semua fokus pada bagaimana penyelenggaraan Pemilu bisa terlaksana sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan dan bagaimana penyelenggaraan Pemilu 2024 lebih baik daripada tahun sebelumnya.
“Dengan mengevaluasi terutama Pemilu 2019 yang memang pada waktu itu menimbulkan banyak persoalan termasuk banyaknya petugas yang meninggal dunia. Berbagai persoalan lain karena sistem yang sangat kompleks dan juga mungkin kesiapan penyelenggaraan yang tidak maksimal,” ujarnya.
Pada Pemilu tahun 2019, jumlah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia mencapai 894 jiwa dan 5.175 petugas sakit. Itu terjadi karena beratnya beban kerja yang terjadi di lapangan.
Namun demikian, Abdul Mu’ti meminta semua pihak agar bisa menahan diri terkait wacana Jokowi 3 periode itu.
“Walaupun tentu saja semua masih wait and see. Tetapi, yang sangat penting dan mendesak sekarang ini terutama setelah KPU dan Bawaslu dilantik bagaimana penyelenggara pemilu itu dapat menyiapkan persiapan dan semua tahapan dengan sebaik-baiknya. Sehingga, Pemilu 2024 dapat berlangsung secara berkualitas dan lebih baik dari Pemilu sebelumnya,” lanjutnya.
Dia juga berharap Presiden, Wakil Presiden, dan wakil rakyat yang terpilih nantinya bisa tidak hanya bisa merepresentasikan aspirasi, namun juga merepresentasikan bagaimana kualitas dari wakil rakyat di masa mendatang.
Soal keraguannya tentang wacana itu tidak akan diangkat kembali, meski Presiden telah mengeluarkan pernyataan terlebih karena belum adanya informasi soal usulan dari pemerintah soal anggaran pemilu kepada DPR.
“Kemudian belum tahu juga negara mendapatkan dananya dari mana dan sebagainya dan berbagai konsekuensi lain yang sepertinya gerakan-gerakan itu belum sepenuhnya berhenti. Walaupun, presiden sudah memberikan pernyataan yang saya kira sangat tegas dan itu memberikan kita harapan dan optimisme,” ujar Abdul Mu’ti.