Alih-alih mencari titik masalah, perempuan cenderung lebih mudah menyalahkan perempuan lain.
BARISAN.CO – Istilah pelakor muncul sejak tahun 2005, saat itu, kehadiran Mayangsari yang disebut sebagai pihak dalam rumah tangga Halimah dan Bambang Trihatmojo. Setahun berselah, Bambang dan Mayangsari menikah.
Para seleb lain pun, seperti Mulan Jameela dianggap sebagai pelakor setelah terjadinya keretakan rumah tangga antara Ahmad Dhani dan Maia. Pelakor atau perebut laki orang terkesan merebut hak yang ia miliki secara paksa.
Secara historis, sebagian besar perempuan bergantung pada laki-laki. Di masa lampau, laki-laki bertugas menyediakan makanan dan tempat tinggal. Sedangkan perempuan harus menjunjung tinggi hubungan, menawarkan kenyamanan, kepuasaan seksual, serta merawat anak-anak dan rumah mereka.
Meski kini, zaman telah berubah, perempuan turut bekerja dan bekerja keras agar setara, mereka masih disalahkan secara tidak adil ketika terjadi masalah dalam hubungan. Alih-alih mencari titik masalah, perempuan cenderung lebih mudah menyalahkan perempuan lain.
Perempuan cenderung berpikir perempuan lain menggoda pasangannya. Sehingga akan lebih mudah menyingkirkan dan mempermalukannya. Padahal, kita tahu sendiri ada berjuta alasan laki-laki berselingkuh.
Begitu pun, perempuan merasa bersalah ketika pasangannya berselingkuh sehingga merasa bertanggungjawab atas kesalahan yang dilakukan oleh pasangannya sendiri.
Beberapa penelitian menemukan laki-laki berselingkuh biasanya marah terhadap pasangannya atau kebutuhan emosional atau fisiknya tidak terpenuhi.
Akan tetapi, mengutip Healthy Way, konselor profesional dan terapis seks bersertifikat, Hilary Philips tidak sependapat jika perempuan dituduh tidak cukup memenuhi kebutuhan emosional atau fisik pasangannya.
Dia menyampaikan ketika ada perselingkuhan, penting bagi kedua pasangan melihat secara jujur dinamika hubungan dan gaya kepribadian satu sama lain.
“Mungkin saja orang yang selingkuh memiliki masalah seperti narsisme atau bahkan sosiopat. Inilah kemungkinan besar, orang-orang akan kembali berselingkuh,” kata Hilary.
Hilary menilai perempuan yang cenderung menyalahkan perempuan lain sebagai mekanisme pertahanan umum.
“Perselingkuhan sangat menghancurkan dan mengguncang fondasi di kehidupan kita. Sehingga bisa sangat berlebihan dan mekanisme pertahanan umum yang harus disalahkan adalah faktor eksternal. Sering kali, seiring waktu, orang dapat melihat dirinya sendiri dan hubungannya dengan jujur agar dapat memahami alasan perselingkuhan terjadi,” ungkap Hilary.
Ketika mendapati pasangan berselingkuh, hal pertama yang harus dihindari ialah menyalahkan diri sendiri atau menyalahkan pihak lain. Perlu juga untuk mempertimbangkan komunikasi yang lebih terbuka.
Penting juga memahami pernikahan telah berevolusi. Selain bekerja sama untuk membangun kehidupan, pasangan juga mengharapkan orang yang bisa menjadi teman, sistem pendukung, orang tua, sekaligus kekasih yang penuh gairah.
“Dengan komunikasi terbuka dan jujur, pasangan dapat belajar mengelola harapan tingginya dan belajar memenuhi beberapa kebutuhan dari sumber lain, serta membuat perjanian monogami yang sesuai. Dengan sedikit tekanan dalam hubungan, kita mungkin melihat prevalensi perselingkungan yang dapat berdampak buruk menjadi turun,” lanjut Hilary.
Terapi individu juga bisa membantu mengembangkan kekuatan ego yang dibutuhkan untuk mengatasi kesalahan dan rasa malu dari perselingkuhan.
Menyalahkan perempuan lain atas perselingkuhan memang lebih mudah dilakukan. Namun begitu, kita perlu menyadari terkadang komunikasi dan terapi bisa menjadi alternatif pilihan yang lebih bijak. [rif]