Scroll untuk baca artikel
Opini

Amnesia Sejarah

Redaksi
×

Amnesia Sejarah

Sebarkan artikel ini
Oleh: Yusdi Usman

BARISAN.CO – Orang bilang bahwa masyarakat kita adalah masyarakat yang mudah lupa. Lupa pada kejadian-kejadian menyakitkan di masa lalu. Lupa menjadikan sejarah sebagai pembelajaran dalam melangkah menuju masa depan. Yang terjadi kemudian adalah pengulangan kesalahan yang berdampak pada melemahnya tatanan sosial ideal kita.

Pada awal kemerdekaan, para pendiri bangsa ini berhasil secara bersama-sama membangun tatanan sosial dasar bagi sebuah bangsa baru, yakni konstitusi UUD 1945. Tatanan konstitusional kita mengamanatkan bangsa ini sebagai sebuah bangsa demokrasi berbasis kerakyatan dan keadilan sosial. Namun, di penghujung Orde Lama, bangsa ini terjebak dalam sentralisme kekuasaan ala Soekarno.

Beralih ke era Orde Baru, bangsa ini mempunyai harapan besar untuk memperbaiki tananan sosial yang lebih baik. Tatanan ekonomi yang terpuruk di era Orde Lama mulai berhasil diperbaiki. Tahun-tahun awal Orba adalah tahun-tahun penuh harapan dan berjalan agak demokratis.

Namun, seiring dengan pemusatan kekuasaan pada Soeharto, maka otoritarianisme mulai berkembang. Pemegang otoritas kekuasaan merasa nyaman dengan sistem otoriter, dimana semua alat-alat negara bisa digunakan untuk menggebuk semua lawan politik dan pihak-pihak yang berseberangan dengan kekuasaan.

Kita ingat, reformasi 1998 adalah titik balik mengembalikan tatanan sosial bangsa ini ke arah demokratis dan berkeadilan sesuai dengan cita-cita konstitusional yang diletakkan pendiri bangsa tahun 1945. Sayangnya, gegap gempita reformasi hanya berlangsung sesaat, dan kita kembali larut dalam carut marut perubahan yang kurang terarah. Lalu, kita amnesia.

Setelah dua dekade reformasi, kelihatannya sejarah yang pernah menghampiri senjakala Orde Lama dan penghujung Orde Baru, juga diulangi oleh pelaku sejarah masa kini dengan nuansa yang sedikit berbeda.

Korupsi merajalela yang melibatkan elit-elit penguasa, pelemahan KPK, penegakan hukum belum menggembirakan, pemusataan kekuasaan politik dan matinya oposisi, menguatnya oligarki ekonomi dan politik, pembelahan sosial berbasis politik dan agama,  serta ruang publik kita dihiasi oleh berbagai disinformasi yang membingungkan.

Satu hal yang harus diingat adalah bahwa tatanan demokrasi kita secara prosedural sudah mulai bagus sebagai warisan reformasi 1998. Ini yang harus kita jaga. Namun, tananan demokrasi di level substansi masih sangat lemah karena proses institusionalisasi demokrasi tidak berjalan bagus.

Lemahnya pelembagaan demokrasi berdampak pada mengecilnya daya ungkit bangsa ini untuk memperbaiki tatanan sosial yang lebih besar, mewujudkan keadilan sosial, redistribusi aset-aset ekonomi, dan menyelesaikan berbagai persoalan kebangsaan yang masih tertunda.

Bagaimanapun, kita harus belajar dari sejarah. Jangan amnesia. Jangan sampai kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan Soekarno dan Soeharto di penghujung kekuasaan mereka, berulang dalam bentuk berbeda.

Dr. Cand. Yusdi Usman adalah CEO Rumah Indonesia Bekelanjutan, sosiolog, dan pengamat perubahan sosial.

Opini

Pasca lengsernya Soeharto dari kursi kekuasaan, agenda demokratisasi mulai tumbuh. Partai politik, LSM kritis, Pers dan juga organisasi pro demokrasi memantapkan eksistensinya. Disamping itu tidak kalah penting, penegakan nilai-nilai demokrasi, seperti kebebasan berkumpul, berpendapat dan berserikat memperoleh perlindungan hukum dari negara.