KEMANAPUN saya pergi saya selalu bertanya adakah di sini toko buku. Kios, buku loak atau penjual buku bekas. Karena di sanalah saya kadang selalu mendapat buku yang tidak terduga.
Sayangnya di Indonesia tidak banyak toko buku independen yang menjual produknya murni karena cinta. Melainkan lebih banyak karena urusan bisnis. Jualan buku tidak hanya bentrok dengan minat baca masyarakat yang rendah tetapi juga biaya perawatan yang lumayan mahal dan harus telaten. Dan, hanya cinta yang bisa menundukkannya.
Kadang berandai-andai. Bila diberi kesempatan untuk mengunjungi Paris, Prancis, yang bakal saya kunjungi terlebih dahulu bukan Menara Eiffel. Saya hanya ingin langsung melihat toko buku legendaris Shakespeare and Company. Itu saja.
Dari berbagai ulasan dan cerita di media internasional dan juga lewat situs serta media sosial resminya toko buku ini menjadi ikon Paris di kalangan pencinta buku dan pengarang dunia.
Disebutkan, Shakespeare and Company adalah toko buku legendaris berbahasa Inggris di Paris yang didirikan pada tahun 1919 oleh Sylvia Beach.
Toko ini merupakan tempat berkumpulnya para penulis dan seniman pada tahun 1920-an, termasuk Ernest Hemingway, James Joyce, dan Gertrude Stein.
Toko buku ini juga pada masanya terkenal sebagai perpustakaan yang meminjamkan buku-buku kepada para pelanggan dan mengizinkan mereka untuk tidur di dalam toko.
Shakespeare and Company didirikan Sylvia Beach, ekspatriat asal Amerika Serikat. Toko ini dengan cepat menjadi pusat komunitas sastra Paris selama tahun 1920-an dan menjadi tongkrongan penulis hebat pada masanya.
Toko sempat ditutup selama Perang Dunia II dan baru dibuka kembali pada tahun 1951 oleh kepemilikan baru George Whitman. Dia menamai toko tersebut “Shakespeare and Company” untuk menghormati toko asli yang dibangun Sylvia Beach.
Toko buku ini kemudian menjadi tujuan wisata dan dikenal dengan suasananya yang unik. Tokonya sangat tua, ringkih tetapi ikonik.
Pelancong tidak hanya berburu buku tetapi juga ke sana untuk mendapatkan suasana kebatinan ketika para sastrawan legendaris nongkrong, berdiskusi dan berdebat atau cuma numpang tidur.
Saat ini, Shakespeare and Company terus menjadi tempat berkumpulnya para penulis, seniman, dan intelektual, serta tetap menjadi pusat budaya sastra yang dinamis di Paris.
Toko ini dikenal luas sebagai salah satu toko buku independen paling ikonik di dunia.
Ketika menulis ini, saya lagi-lagi teringat Balai Pustaka. Seandainya Balai Pustaka membangun toko buku seperti halnya Shakespeare and Company, itu sangat menarik.
Seluruh koleksi Balai Pustaka dan artefak lainnya sejak zaman kolonial tidak hanya sebagai produk budaya tetapi juga bisa menjadi destinasi wisata.
Semoga!