BARISAN.CO – Bidang numerologi atau ilmu tentang angka memang menarik dipelajari. Angka memiliki filsafat nilai, baik berupa daya magis angka maupun kekuatan makna keberuntungan di dalamnya. Sehingga ribuan tahun silam umat manusia sangat perhatian terhadap angka. Seperti filosofis angka 27, ada berbagai perspektif seperti mengapa pahala salat 27 derajat. Sedangkan dalam pandangan peradaban Mesir Kuno angka angka 27 sebagai angka kekalahan.
Menurut Annemarie Schimmel dalam bukunya The Mystery of Number atau Misteri Angka-Angka, angka 27 merupakan angka menarik dari kacamata matematis. Angka 27 sebagai kekuatan ketiga dari angka 3 yang sakral.
Plutarch atau pemilik nama lengkap Lusius Mestrius Plutarkhos menyebutkan bahwa angka dua puluh tujuh sebagai pangkat tiga angka ganjil pertama atau maskulin.
Penulis The Pararel Lives, menyampaikan angka dua puluh tujuh juga termasuk kelompok angka bulan, karena bulan tampak paling jelas selama 3 x 9 malam. Sebagaimana halnya 18, 27 sering digunakan di dalam tradisi-tradisi yang mengakui pentingnya 9.
Bahkan di masyarakat Eropa Timur, angka dua puluh tujuh dalam tradisi-tradisi masyarakat mengumpulkan 27 bunga pada malam peringatan St. Yohanes demi tujuan perlindungan. Sedangkan di Mesir Kuno sendiri, angka 27 memiliki makna negatif. Sebagaimana permainan papan dengan 30 kotak, di dalam kotak 27 bermakna air yang memiliki arti kotak kekalahan. Maka pemain yang masuk ke kotak angka 27 berarti ia kalah.
27 Derajat
Sementara itu di peradaban Islam, muncul angka 27 derajat. Angka ini merupakan perpaduan perintah salat berjamaah. Bagi umat Islam yang melaksanakan salat berjamaah maka akan mendapatkan pahala 27 derajat. Sebagaimana hadis riwayat Bukhari:
“Salat berjamaah melampaui salat sendirian dengan (mendapatkan) 27 derajat.”
Lantas apakah makna dari angka dua puluh tujuh derajat tersebut? Kenapa tidak simetris, misalnya 90 derajat atau kesempurnaan yakni 360 derajat. Namun, para ulama lebih mengartikan redaksi “derajat” dalam angka 27 derajat sekadar makna “salat.”
Memiliki arti bahwa pemahaman tersebut sebatas perbandingan antara orang yang salat sendiri dengan yang salat jamaah. Bahwa orang yang salah berjamaah memiliki keunggulan 27 yakni 27 derajat. Keunggulan ini diartikan untuk menisbatkan 27 derajat pada setiap rukun yang dilakukan dalam salat.
Jika menilik numerologi 27, ada peristiwa besar dari perintah salat yang bukan sekadar 27 derajat. Angka 27 merupakan angka peristiwa agung dan menjadi landasan perintah menjalankan kewajiban salat. Peristiwa itu dikenal dengan Isra Mi’raj yang terjadi bertepatan pada tanggal 27 Rajab.
Isra Mi’raj perjalanan Nabi Muhammad Saw di malam hari bersama malaikat Jibril dengan mengendarai Buraq dari Makkah ke Baitul Madis atau Palestina. Lalu Mi’raj, naiknya Nabi Muhammad dari bumi menuju langit yakni dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa.
Dulu ketika saya di Pondok Pesantren setiap bulan Rajab tepatnya pada 27 rajab ada agenda kegiatan tahunan yang dikenal dengan program “Rajabiyahan.” Kegiatan ini berupa pertandingan dan perlombaan, dari olahraga, seni hingga kajian kitab kuning dari ilmu umum hingga ilmu agama.
Bahkan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sempat bikin gerakan setiap tanggal 27 Rajab yakni “Pekan Rajabiyah.” Gerakan tersebut menggabungkan peristiwa Isra Mi’raj dengan solidaritas terhadap perjuangan rakyat Palestina.