Scroll untuk baca artikel
Terkini

Solusi Dua Negara Ditengarai Mampu Akhiri Penjajahan Israel atas Palestina

Redaksi
×

Solusi Dua Negara Ditengarai Mampu Akhiri Penjajahan Israel atas Palestina

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Seturut konflik Israel-Palestina yang terus tereskalasi, politik global kembali mengemukakan wacana two-state solution (solusi dua negara). Dewan Keamanan PBB dan Sidang Majelis Umum PBB sudah mendukung gagasan ini dalam rangkaian resolusinya.

Wacana itu dipandang sebagai akumulasi titik tengah yang, meski pada porsi tertentu merugikan kedua belah pihak, tetapi lebih menguntungkan bagi pihak yang terjajah.

Pendiri program studi Hubungan Internasional Universitas Paramadina, Prof Makarim Wibisono, mengatakan bahwa Indonesia perlu bergerak lebih tangkas menjadi fasilitator konflik Palestina-Israel. Solusi dua negara menjadi penting diperjuangkan mengingat saat ini pihak Israel menginginkan one-state solution.

“Israel ingin menjadikan wilayahnya sebagai Jewish State of Israel. Jadi kalau bukan Jewish di sana, maka akan jadi warga kelas dua. Indonesia perlu mengupayakan two state solution,” kata Makarim Wibisono dalam webinar yang diselenggarakan Paramadina Graduate School of Diplomacy, Sabtu (5/5/2021).

Makarim Wibisono menilai, Indonesia perlu teguh membela hak Palestina untuk setara dengan Israel dan berdampingan sebagai negara berdaulat. Konstitusi Indonesia sangat relevan sebagai acuan posisi politik negara menuju solusi tersebut.

“Bagi Indonesia, isu Palestina memiliki keterikatan sejarah yang kuat di awal perjuangan pengakuan kedaulatan termasuk inisiatif Declaration Palestine dalam Konferensi Asia Afrika yang digagas oleh Indonesia tahun 1955,” kata Makarim Wibisono yang pernah menjadi UN Special Rapporteur on the situation of human rights in Palestine territories tahun 2014-2016.

Dengan demikian, upaya diplomasi Indonesia perlu terus dilakukan baik melalui jalur mekanisme bilateral maupun multilateral.

Makarim Wibisono juga mengarisbawahi pentingnya memahami masalah fragmentasi baik di pihak Palestina (Fatah – Hamas) dan Israel (kelompok kiri, tengah, dan kanan) sebagai kendala utama dalam memulai kembali proses perdamaian.

Ia mengusulkan Indonesia untuk berperan aktif dalam menginisiasi komunikasi antara kelompok Fatah dan Hamas.

“Fatah dan Hamas masih tunjukkan perbedaan prinsipil yang memecah persatuan Palestina. Sekarang adalah bagaimana supaya kita berkontribusi agar keduanya menjadi satu. Bisa misalnya dengan mengundang faksi-faksi Palestina itu untuk ke Jakarta membahas strategi bersama. Bisa dekati Gabriel Rajoub (Sekjen Komite Sentral Fatah) atau Ismail Haniyeh (Hamas),” kata Makarim Wibisono.

Yang terpenting adalah, menurutnya, Indonesia harus berjuang dengan mengedepankan cara-cara damai, dan bukan dengan dengan jalan kekerasan.

Dalam konferensi OKI pada 16 Mei 2021 Indonesia telah mengajukan usul, pertama, agar negara-negara Islam bersatu menyikapi masalah Palestina. Ini merupakan masalah utama yang harus diatasi agar kekuatan diplomasi membela Palestina lebih efektif.

Kedua, bagaimana membantu menciptakan gencatan senjata, yang kemudian harus mengarahkan pada diplomasi secara terus menerus.

Ketiga, berusaha terus untuk memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Palestina.

Namun, Makarim Wibisono juga mencatat satu kendala lain yang mesti diselesaikan oleh politik global, yakni inkonsistensi Amerika Serikat sebagai negara yang mendukung penuh Israel di masa Trump. Ini menjadi penghambat terbesar sehingga PBB selalu gagal mencapai konsensus dalam resolusi Dewan Keamanan PBB.

“Kepemimpinan di AS di bawah Joe Biden diharapkan mampu mengubah haluan kebijakan politik luar negeri AS terhadap masalah Palestina. Biden diharapkan mengoreksi kekeliruan langkah Trump dan kembali ke two states solution,” kata Makarim Wibisono.