Peremajaan penting dilakukan sebagai upaya menggenjot produksi pertanian tanpa keharusan menambah luas lahan. Dalam kertas kerja koalisi Generasi Hijau, ada lima jenis perkebunan rakyat yang perlu didorong untuk melakukan perbaikan pola budidaya, meliputi: karet, kopi, kakao, kelapa, dan sawit.
Disebut-sebut, cara terbaik melakukan peremajaan adalah lewat penanaman kembali lahan perkebunan yang terdegradasi dengan benih genetik unggulan. Benih tersebut harus merupakan varietas rendah emisi berdaya hasil tinggi.
Dalam hal ini, pemerintah perlu memikirkan bentuk insentif untuk para petani melakukan penanaman kembali. Transfer dana tunai jangka pendek kepada pemilik perkebunan kecil, petani kecil, dapat menjadi solusi terbaik.
Selain itu, urgensi peremajaan sektor pertanian juga harus menimbang manfaat langsung yang dapat diperoleh petani. Hal ini pernah (dan terus) digaungkan oleh Presiden Joko Widodo, salah satunya lewat konsep korporasi petani.
Presiden meyakini, dengan cara bekerja dalam kelompok besar, petani dapat melakukan pengelolaan pertanian dari hulu hingga hilir dengan menggunakan manajemen modern, memanfaatkan aplikasi-aplikasi modern, melakukan industri yang modern, sekaligus memasarkan produknya kepada industri retail atau konsumen.
Sekurang-kurangnya, menurut koalisi Generasi Hijau, jika dua program tersebut dapat berjalan dengan baik, diperkirakan akan ada pengurangan emisi sebesar 100 juta tCO2e dalam jangka waktu 20 tahun. Pengurangan itu mencakup ‘penghindaran’ emisi sebesar 63 tCO2e/ha atas lahan yang diremajakan dan pengurangan emisi sebesar 85 tCO2e/ha selama 20 tahun.
Produktivitas petani perlu didukung. Keberlanjutan sektor pertanian perlu terus dipikirkan. Pada akhirnya, dukungan riil pemerintah dalam bentuk stimulus fiskal juga merupakan bagian terpenting demi upaya jangka panjang menjadikan negeri agraris ini berdaulat atas pangan. []