Scroll untuk baca artikel
Blog

APBN Akan Kesulitan Jika Bank Indonesia Berhenti Membeli SBN

Redaksi
×

APBN Akan Kesulitan Jika Bank Indonesia Berhenti Membeli SBN

Sebarkan artikel ini

Kebutuhan SBN neto pada tahun 2022 menurut APBN sebesar Rp991 triliun. Tidak dinyatakan secara definitif tentang nilai penerbitan SBN bruto, karena adanya fleksibilitas pengelolaan secara teknis, seperti pelunasan sebelum waktunya (buyback). Diprakirakan di kisaran Rp1.400 triliun, lebih banyak dibanding tahun 2021 yang sebesar Rp1.301,65 triliun.

Tidak dipastikan berapa nilai penerbitan bruto SBN domestik. Pada tahun 2021, SBN domestik mencapai Rp1.143,61 triliun dan SBN valuta asing sebesar Rp158,04 triliun. Diprakirakan penerbitan SBN domestik bruto sekitar Rp1.250 triliun pada tahun 2022.

Pemerintah dan BI tampak mulai berupaya keras agar porsi penyerapan oleh BI makin berkurang. Hal itu tidak mudah mengingat kondisi pasar SBN selama tahun 2021 lalu hingga saat ini. Jika kondisi sesuai harapan pun, BI masih harus menyerap sekitar 30% dari penerbitan SBN bruto tahun 2022.

Khusus SBN domestik, kepemilikan BI masih mungkin bertambah sekitar Rp300 triliun, sehingga posisinya bisa mencapai kisaran Rp1.500 trilun pada akhir tahun 2022. Porsinya bisa sedikit menurun, menjadi sekitar 24 persen.  

Perhitungan optimis itu berasumsi kondisi pasar SBN membaik, sehingga sekitar Rp1.000 triliun dari SBN bruto dapat diserap oleh pihak selain BI. Sedangkan khusus SBN domestik sekitar Rp850 triliun. Jika kondisi pasar tak sesuai harapan, maka pihak BI terpaksa akan membeli lebih banyak.    

Pihak lainnya yang memiliki SBN domestik terbesar pada akhir 2021 adalah Bank umum sebesar Rp1.171,85 triliun dan nonresiden (asing) sebesar Rp891,36 triliun. Posisi kepemilikan bank umum itu meningkat dibanding akhir 2019 yang sebesar Rp570,65 triliun. Sedangkan kepemilikan asing justeru turun dari Rp1.061,86 triliun.

Secara porsi atas total SBN domestik diperdagangkan, kepemilikan asing tampak merosot drastis. Dari 38,75% pada akhir 2019 menjadi 19,05% pada akhir 2021. Dengan kata lain, penerbitan besar-besaran selama era pandemi secara neto tidak diserap oleh asing.

Peningkatan signifikan selama era pandemi memang terjadi pada kepemilikan kelompok perusahaan asuransi dan dana pensiun. Namun laju kenaikannya akan melandai pada tahun 2022 karena kondisi keuangan dari industri bersangkutan.

Sementara itu, kelompok perseorangan (individual) memang mencatat laju kenaikan kepemilikan yang fantastis. Meningkat hampir tiga kali lipat selama era pandemi. Namun, nilai dan porsinya masih terbilang kecil, sebesar Rp224,63 triliun atau berporsi 4,84% pada akhir tahun 2021.

Kembali pada soalan, jika menuruti rekomendasi IMF di atas, maka tantangan berat akan dihadapi oleh kebutuhan sumber pembiayaan APBN tahun 2023. Meski defisit kembali diatur agar tidak melampaui 3% dari PDB, nilai nominalnya tetap sangat besar. Nominal PDB hampir dipastikan meningkat.