Scroll untuk baca artikel
Blog

APBN Akan Kesulitan Jika Bank Indonesia Berhenti Membeli SBN

Redaksi
×

APBN Akan Kesulitan Jika Bank Indonesia Berhenti Membeli SBN

Sebarkan artikel ini

Kebutuhan pembiayaan utang bisa bertambah jika Pemerintah masih terus menggenjot pembiayaan investasi seperti selama beberapa tahun terakhir. Diantaranya investasi pada Badan usaha Milik Negara (BUMN), Badan Layanan Umum (BLU), serta investasi lainnya. Sebagian besar dinarasikan sebagai bagian dari program pemulihan ekonomi dan pelaksanaan proyek strategis nasional.      

Ditambah dengan kebutuhan pelunasan utang pokok, maka kebutuhan pembiayaan melalui SBN neto masih akan di kisaran Rp900 triliun pada tahun 2023. Penerbitan SBN bruto kemungkinan hanya bisa sedikit turun di kisaran Rp1.300 triliun.

Tantangan terberatnya berupa upaya menarik asing untuk membeli SBN domestik serta menyerap SBN valas. Asing tidak menunjukan minat membeli (secara neto) SBN domestik selama era pandemi, ketika kebijakan Quatitative Easing (QE) dijalankan oleh Amerika Serikat dan banyak negara maju. Padahal isyu kebijakan Tapering Off atau penghentian QE sedang terjadi.

Sementara itu, porsi penyaluran dana dari bank umum untuk membeli SBN telah sangat besar. Jika mereka terus menambah dengan laju serupa era pandemi, maka akan menghambat penyaluran kredit. Artinya bisa memperlambat pemulihan ekonomi.

Meski masih dapat sedikit meningkat, ada keterbatasan kemampuan perusahaan asuransi, dana pensiun dan perseorangan. Nyaris tidak mungkin mengharapkan pihak-pihak ini “menggantikan” penyerapan BI.

Dari uraian di atas, kesulitan besar akan dialami dalam pengelolaan APBN 2023 jika BI berhenti menyerap SBN. Pemerintah akan menghadapi kesulitan sumber pembiayaan anggaran. Belum tampak gambaran jelas para pihak yang mau dan mampu memberi utang baru sejumlah yang diharapkan.

Kesulitan tidak hanya dalam hal itu, melainkan juga berupa potensi kenaikan beban pembayaran bunga pada tahun 2023. Pada November 2021 lalu, Sri Mulyani mengatakan kerja sama berbagi beban dengan BI telah mampu menurunkan beban bunga hingga mencapai Rp29 triliun.      

Kondisi sebenarnya bisa menjadi momentum perubahan arah kebijakan pengelolaan APBN. Defisit harus ditekan lebih jauh, tak sekadar memenuhi batas aturan. Dan yang jauh lebih penting, tidak menambah kebutuhan berutang dalam jumlah yang besar dengan berbagai pengeluaran yang diberi narasi investasi ataupun proyek besar lainnya. [rif]