Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Awal Tahun 2023, Baru Separuh Penyelenggara Fintech P2P Lending yang Penuhi Ekuitas Minimal

Redaksi
×

Awal Tahun 2023, Baru Separuh Penyelenggara Fintech P2P Lending yang Penuhi Ekuitas Minimal

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan aturan nomor 10 Tahun 2022 pada 29 Juni 2022 lalu, membuat fintech P2P lending wajib mempunyai ekuitas paling sedikit Rp.12,5 miliar. Untungnya, penyelenggara diberi tenggat waktu tiga tahun setelah peraturan OJK tersebut dikeluarkan.

Karenanya, pihak penyelenggara tidak perlu buru-buru untuk memenuhi ekuitas minimal tersebut. Selain itu, dijelaskan secara rinci dalam POJK tersebut, pemenuhan ekuitas minimal dilakukan secara bertahap dalam 3 tahun.

Yakni, pada tahun pertama, fintech P2P lending wajib memenuhi paling sedikit Rp.2,5 miliar. Kemudian, tahun kedua, minimal mencapai Rp.7,5 miliar. Terakhir, tahun ketiga, harus sudah memenuhi paling sedikit Rp.12,5 miliar.

Sementara itu, sampai saat ini, dari 102 penyelenggara fintech P2P lending separuh diantaranya sudah memenuhi ekuitas minimal. “Saat ini (ekuitas) yang sudah mencapai di atas Rp.12,5 miliar, sudah 58 (penyelenggara),” beber Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, Ogi Prastomiyono, dikutip dari keterangan resmi (9/1/2023).

Langkah OJK

Majunya perkembangan industri fintech P2P lending tentu mencuri perhatian OJK. Langkah-langkah yang dilakukan oleh penyelenggara fintech P2P lending dalam memenuhi ekuitas minimalnya terus dicermati oleh lembaga otoritas keuangan negara itu.

OJK juga sudah mulai mewacanakan untuk membuka moratorium bagi perizinan fintech P2P lending baru. Asalkan, perkembangan industri fintech P2P terus dalam tren positif selama kebijakan pengetatan tersebut berlaku.

“Dalam waktu dekat, kalau (industri) sudah mulai stabil, ada seleksi dari model bisnis yang ada,” terang Ogi. Karenanya, “kami juga mempertimbangkan untuk membuka moratorium,” tambahnya.

Di sisi lain, dari 102 total penyelenggara fintech P2P lending, OJK menemukan 65 penyelenggara yang masih merugi. Sejumlah pihak menilai masih ada beberapa poin aturan dalam POJK yang mesti direvisi.

Kesulitan Menambah Modal

Salah satunya adalah ketentuan yang tidak mengizinkan masuknya pemegang saham baru dalam waktu tiga tahun sejak tanggal izin usaha dikeluarkan oleh OJK. Aturan ini membatasi penambahan modal dalam periode 3 tahun yang hanya berasal dari investor existing.

Padahal, demi memenuhi ekuitas minimal, penyelenggara fintech P2P lending mengandalkan profit perusahaan dan injeksi modal. Maka, aturan pembatasan investor baru tersebut tentu menyulitkan penyelenggara menerima suntikan dana segar.

Hal inilah yang kemudian disinyalir menjadi penyebab masih banyak fintech P2P lending rugi. Apalagi, suntikan dana-dana segar ke sektor startups termasuk fintech P2P sedang melambat dalam setahun terakhir.