Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Bagaimana Bitcoin Tidak Ramah Lingkungan

Redaksi
×

Bagaimana Bitcoin Tidak Ramah Lingkungan

Sebarkan artikel ini

BARISAN.COUang kripto bitcoin mencatatkan popularitasnya belakangan ini. Ia digadang-gadang sebagai masa depan alat tukar dunia. Namun demikian, banyak pakar menilai konsumsi energi mata uang ini tak ramah lingkungan.

Energi yang dibutuhkan untuk memverifikasi transaksi bitcoin—sekaligus menambangnya—bahkan dikhawatirkan akan menciptakan krisis energi. Elon Musk, bos Tesla, sempat menyebar narasi bahwa ia tidak lagi menerima bitcoin dalam transaksi pembelian mobil perusahaannya. Dia khawatir penggunaan bahan bakar fosil meningkat untuk penambangan mata uang kripto tersebut, khususnya batu bara.

Pada dasarnya, setiap mata uang memang perlu ongkos produksi. mata uang konvensional (kertas dan logam) yang dipegang bank sentral juga sama. Yang penting diperhatikan adalah seberapa ongkos produksi itu telah memperhatikan anasir lingkungan.

Di Indonesia, Bank Indonesia sedikitnya menganggarkan Rp3,5 triliun setiap tahun untuk mencetak dan mendistribusikan uang rupiah ke seluruh penjuru nusantara. Dengan besaran biaya tersebut, BI bisa mencetak sedikitnya 7,9–8,3 miliar lembar uang dalam setahun dengan berbagai macam pecahan.

Peruri, sebagai perusahaan BUMN yang bertugas mencetak uang, diberi amanat oleh undang-undang untuk memastikan proses pencetakan uang telah sesuai prosedur. Mulai dari pemilihan gambar pahlawan, mendesain, hingga masuk mesin cetak, sebelum akhirnya didistribusikan kepada masyarakat.

Peruri, pun, punya tanggung jawab sosial untuk menjaga lingkungan. Dalam laporan tahunan terakhirnya (2019), Peruri mencatat bahwa mereka telah merampungkan tanggung jawabnya melakukan pemantauan kualitas air bersih, pemantauan emisi udara, pemantauan nilai konsentrasi limbah B3 padat dan cair, serta pemantauan kualitas udara ambient dan tingkat kebisingan.

Peruri juga telah melakukan pengembangan dan riset energi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebagai sumber energi murah, bersih, dan ramah lingkungan. Sampai akhir 2019, Peruri menyelesaikan studi kelayakan hingga tahap konstruksi awal prototipe pilot project PLTS di Gedung Perencanaan Rekayasa Teknik, Peruri Karawang. Proyek ini ditargetkan mampu menghasilkan energi dengan kapasitas optimal 31,6 kWp dengan pay back period 6 tahun 7 bulan.

Adapun dalam laporan yang sama, Program-program efisiensi energi yang telah dilakukan Peruri antara lain:

  1. Mengganti mesin chiller air cool menjadi water cool,
  2. Memasang capasitor bank,
  3. Mengganti instalasi penerangan di seluruh gedung dengan menggunakan LED,
  4. Memanfaatkan air daur ulang dari limbah cair domestik (grey water) untuk kebutuhan penyiraman tanaman,
  5. Menerapkan sistem daur ulang air cairan pembersih mesin cetak uang kertas dengan prinsip aquasafe, dan
  6. Sosialisasi terus-menerus mengenai budaya hemat energi. Pada 2019, upaya efisiensi listrik menghasilkan penurunan konsumsi listrik sebesar 14,81%.

Hal-hal di atas memang perlu dilakukan. Unit-unit perekonomian harus terintegrasi secara nasional berdasarkan prinsip keselarasan, sebagaimana diamanatkan undang-undang. Pasal 33 Ayat (4) UUD 1945 menentukan, “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi-berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”

Yang perlu disinggung dari pasal itu adalah terutama soal prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Ini menarik. Oleh karena hal tersebut, dapat dikatakan UUD 1945 termasuk salah satu green constitution, meskipun nuansa hijaunya masih sangat tipis.

Dalam pada itu, walaupun ongkosnya besar, kian hari produksi rupiah (logam dan kertas) semakin condong bernuansa hijau. Artinya, pencetakan rupiah telah semakin sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang bersifat pro lingkungan.

Dari apa yang sejauh ini bisa disimpulkan, maka eksistensi bitcoin memang perlu ditelisik lebih jauh. Perlu ada asesmen berwawasan lingkungan. Apalagi tak sedikit studi menunjukkan konsumsi energi mata uang digital sangatlah boros. Dan harga paling mahal yang harus dibayar adalah kerusakan lingkungan.