BARISAN.CO – Sektor UMKM tak luput terkena dampak Covid-19 sepanjang tahun 2020 lalu. Berbagai kesulitan dialami pelaku usaha kecil mulai dari sisi permintaan yang turun, pembiayaan usaha, sampai pada akhirnya mereka membutuhkan akses modal dari perbankan.
Tapi selama 2020, tercatat rasio kredit bank untuk UMKM hanya mencapai 18,49 persen. Padahal menurut peraturan Bank Indonesia, setiap bank wajib menyalurkan kredit UMKM sebesar 20% dari total portofolionya.
Permintaan kredit yang lemah dibarengi penurunan suku bunga kemudian membuat profitabilitas bank menurun. Dilihat dari segi ini, bisa dikatakan bahwa sebetulnya bank sangat membutuhkan UMKM untuk menyalurkan kredit.
Hal demikian dikatakan pula oleh Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah, dalam webinar ISEI mengenai penyaluran kredit dari perbankan, Kamis (8/4).
“Sebetulnya bank sangat mau menyalurkan kredit. Mereka justru butuh melakukan itu. Tapi masalahnya, bank tidak sepenuhnya mengenal nasabah yang belum memiliki track record.” Kata Piter.
Oleh sebab itu, Piter menyebut, penting bagi UMKM untuk menyiapkan profil risiko untuk memperoleh kemudahan kredit dari perbankan. UMKM perlu menyiapkan pencatatan, laporan keuangan, neraca laba rugi, meski semua itu sederhana. Tujuannya adalah agar bank punya gambaran selengkap-lengkapnya tentang profil UMKM yang hendak mengajukan kredit.
“Persiapkan catatan profil risiko perusahaan, agar bank mudah menilai risiko,” kata Piter.
“Tanpa catatan, bank tidak bisa melakukan penilaian risiko. Apalagi risiko usaha kecil di mata bank (selama ini dianggap) besar .. Sementara bank juga tidak ingin menyalurkan kredit dan membuat nasabahnya terjebak utang.” Lanjutnya.
Selain itu, agar tidak terkena problem kredit sebagai jebakan utang, pelaku UMKM bisa mengajukan pinjaman ke bank yang diyakini memiliki program yang bisa membantu seperti misalnya BRI. Atau, bisa pula mengajukan kredit kepada pihak-pihak seperti Permodalan Nasional Madani (PNM) yang menyediakan pendampingan untuk menekan risiko.
Di sisi lain, untuk mempermudah penyaluran kredit, bank juga harus menyiapkan kredit dengan pengelolaan dan skema yang baik agar mampu dimanfaatkan secara produktif dan nasabah mudah untuk mengembalikan pinjaman.
“Bank tidak pernah mengarahkan kredit jadi jebakan utang, karena kredit bermasalah (NPL) jadi beban bank. Kalau bank sejak awal memudahkan, maka nasabah juga akan tumbuh berkembang dengan baik,” kata Piter.
Meski saat ini pertumbuhan kredit menghadapi lambannya penyaluran mengingat lesunya permintaan, masih ada optimisme untuk memperbaiki pertumbuhan ekonomi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), misalnya, sempat menyebutkan optimistismenya bahwa permintaan bakal segera pulih dan itu akan merangsang pertumbuhan kredit di 2021 pada kisaran 7-8 persen. []