Oleh: Syaiful Rozak
Tulisan ini mengawali dengan sebuah pertanyaan: Adakah yang pasti dalam kehidupan? Anda boleh tidak sependapat dengan saya. Yang jelas tidak ada kepastian dalam kehidupan, yang pasti adalah kematian.
Saya tidak hendak masuk dalam pembahasan filosofis mengenai kepastian dan kerelatifan tentang kebenaran, tetapi ingin menguji doktrin kepastian hukum dalam kaitannya dalam menjamin keteraturan dan ketertiban.
Adakah hukum itu benar-benar pasti dalam menjamin keteraturan dan ketertiban? Fakta telah menunjukkan bahwa hukum itu melahirkan keteraturan, tetapi juga ketidakteraturan. Keteraturan dan ketidakteraturan tidak berdiri sendiri dan saling menegasikan satu sama lain, melainkan saling berkelindan.
Hukum adalah bagian kecil dari kehidupan. Terlalu percaya pada hukum sebagai satu-satunya alat untuk menjamin ketertiban dan keteraturan adalah sikap kurang kritis. Hukum bahkan akan kewalahan ketika menghadapi keadaan yang luar biasa. Hal itu karena hukum dibuat dengan asumsi keadaan yang normal atau biasa.
Undang-undang lalu lintas dibuat agar terciptanya suasa tertib dalam berlalu lintas. Fakta menunjukkan di jalan raya tidak hanya tertib, akan tetapi juga bising dan tidak teratur. Kita masih melihat kendaraan tua yang masih beroperasi, penumpang bus berdiri bergelantungan di dekat pintu, bus berhenti sembarangan, suara knalpot yang bising, ugal-ugalan sampai menerabas lampu merah. Betapa kita melihat tidak teraturnya kehidupan di jalan raya.
Fakta yang lain menunjukkan, bahwa dalam undang-undang pemilu dan pilkada, politik uang itu dilarang dan bisa diancam pidana. Kita melihat fakta, saya tidak menyebutnya sebagai budaya bahwa masyarakat kita itu sudah terbiasa mendapat uang dari tim sukses pasangan calon atau caleg tertentu menjelang hari pemilihan atau pencoblosan. Bayangkan jika dalam satu kampung itu menerima politik uang semua, apakah orang satu kampung itu akan di penjara? Bagaimana jika peristiwa ini terjadi di banyak tempat? Bawaslu akan dibuat pusing olehnya, penegak hukum juga akan kewalahan dalam mengatasi perkara ini.
Beberapa waktu yang lalu, pemerintah membuat undang-undang omnibus law (cipta kerja). Tujuannya adalah untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif, dengan demikian lapangan pekerjaan dapat terbuka secara lebar. Ketika masih dalam pembahasan di DPR, rancangan undang-undang ini sudah menimbulkan kegaduhan dan penolakan. Demo terjadi dimana-mana, aparat kepolisian dikerahkan untuk menjaga ketertiban suasana demonstrasi. Lagi-lagi yang ditemukan adalah ketidakteraturan dan ketidaktertiban.
Ketika undang-undang omnibus law (cipta kerja) ini disahkan, situasi dalam dunia investasi dan perburuhan pun tidak otomatis menjadi tertib dan teratur. Kemampuan hukum dalam menciptakan ketertiban akan selalu berkaitan dengan perilaku suatu masyarakat. Ada tawar menawar antara hukum dengan perilaku masyarakat.
Belakangan ini, sempat ramai soal Peraturan Presiden (Perpres) Tahun 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Dalam aturan tersebut terdapat ijin investasi untuk industri minuman keras. Ijin ini dianggap sebagai akibat dari berlakunya undang-undang omnibus law (cipta kerja).
Jika Pepres ini benar adanya, maka hampir dipastikan bahwa tidak hanya investasi yang akan berjalan dengan tertib, tetapi juga menimbulkan kegaduhan dan ketidakteraturan di tengah masyarakat. Kegaduhan itu muncul sebagai akibat dari pemberian ijin investasi industri minuman keras dianggap bertentangan dengan norma yang berlaku dan ajaran agama yang diyakini masyarakat.