Aku sendiri selalu hadir karena berperan menjadi moderator atau semacam host. Tiap diskusi, satu atau dua peserta menjadi pemantik diskusi dengan kesempatan memberi paparan terlebih dahulu. Topik diskusi diinformasikan secara lisan dan ketuk tular, sedangkan jadwal relatif tetap.
Ironisnya, aku tidak pernah lagi masuk kelas perkuliahan. Secara resmi, aku tetap mengambil mata kuliah dan hanya masuk ketika ujian midsemester dan semester. Secara umum, kuliahku masih lancar dengan indeks prestasi yang cukup tinggi dalam ukuran waktu itu. Kala itu, kebanyakan dosen tidak memakai absensi sebagai pertimbangan nilai.
Berjalan satu dua tahun, peserta diskusi menjadi terlampau banyak. Kadang melebihi 30 orang saat berlangsung. Tampak pula perbedaan “level pengetahuan” mulai menjadi kendala. Diputuskan, Timbang dipecah menjadi 3 kelompok. Kelompok satu yang merupakan pelopor terdiri dari angkatan tahun 1983-1985. Kelompok dua terdiri dari angkatan tahun 1986, dan kelompok tiga terdiri dari Angkatan tahun 1987.
Tentu saja tidak ada larangan untuk mengikuti diskusi kelompok lainnya. Ada diskusi yang disebut seminar bulanan untuk semua kelompok dengan topik yang disepakati. Tiga sesi seminar diwakili oleh pembicara dari masing-masing kelompok. Lokasi biasanya meminjam ruang sekolah di sekitar kampus UGM dan IKIP. Belakangan diperbolehkan meminjam ruangan kampus FE UGM.
Pada tahun 1989, aku disibukkan kegiatan lain diluar FE UGM, bahkan tidak berbasis diskusi topik ekonomi. Timbang kemudian dikelola oleh beberapa kawan. Khusus diskusi kelompok empat yang terdiri dari angkatan tahun 1988-89 pun hanya sempat sesekali kuhadiri.
Topik diskusi Timbang secara umum masih berdasar bahan perkuliahan dan perkembangan ekonomi termutakhir. Namun, porsi mempelajari topik dan perspektif yang berbeda dengan kelas perkuliahan nyaris sama besarnya. Bahkan, cenderung lebih diminati. Salah satu aliran yang antusias dikaji adalah teori ketergantungan (dependecy theory). Bahkan, sempat diskusi pemikiran yang lebih radikal.
Manfaat yang langsung dirasakan peserta aktif berupa gairah belajar bahan perkuliahan. Dampak menggemari sudut pandang kritis antara lain terpaksa harus berupaya keras untuk lebih memahami yang dikritisi. Secara lebih khusus terhadap materi perkuliahan ekonomi makro, ekonomi internasional, ekonomi pembangunan, sejarah perekonomian, sejarah pemikiran ekonomi, keuangan negara, ekonomi industri, dan ekonomi Indonesia.
Selain mencoba belajar melalui diskusi, sebagian besar dari kami terdorong belajar menulis. Banyak yang kemudian mampu menulis di media masa. Hal itu pula yang menjadi pendorong sebagian kami menjadi pelopor dihidupkannya kembali “Equilibrium” majalah mahasiswa FE UGM yang sempat vakum hampir 5 tahun. Aku sendiri nantinya sempat menjadi pemimpin redaksi.