Berita

Belt and Road Initiative Summit 2023 Momentum Indonesia Wujudkan Pembangunan Hijau

Anatasia Wahyudi
×

Belt and Road Initiative Summit 2023 Momentum Indonesia Wujudkan Pembangunan Hijau

Sebarkan artikel ini
Belt Road initiative
Ilustrasi: AFP/Tomohiro Ohsumi.

Di bawah payung Belt and Road Initiative, jumlah investasi Cina cukup kontroversial.

BARISAN.CO – Untuk kelima kalinya, Pemerintah Cina akan kembali menyelenggarakan Belt and Road Initiative (BRI) Summit pada 17-18 Oktober 2023. Acara tersebut menjadi lebih istimewa karena memperingati 10 tahun sejak BRI pertama kali diperkenalkan pada 2013 lalu.

Dihadiri oleh sekitar 130 negara dan 30 organisasi internasional, Presiden Republik Rakyat Cina, Xi Jinping akan menyampaikan pidato khusus dengan tema “High-quality Belt and Road Cooperation: Together for Common Development and Prosperity” dalam momen yang bersejarah ini.

Setidaknya akan ada tiga forum tingkat tinggi yang akan membahas agenda utama, yakni mengenai isu konektivitas, green development (pembangunan hijau), dan ekonomi digital. Hadirnya Presiden Jokowi menjadikan kesempatan untuk mendorong kerjasama pembangunan BRI yang lebih berorientasi pada kepentingan Indonesia terutama dalam transisi energi.

Topik pembangunan hijau menjadi pembahasan yang paling menuai perhatian di antara ketiga isu di BRI Summit. Pasalnya, statistik dan fakta di lapangan menunjukkan masifnya jumlah investasi Cina di bawah payung Belt and Road Initiative yang cukup kontroversial. Tidak hanya karena implementasinya dikritik masih bertentangan dengan semangat green development dan terkendala isu lingkungan, tetapi juga proyek-proyek tersebut belum mencerminkan upaya keberlanjutan (sustainability) sebagaimana digaungkan Cina.

Bhima Yudhistira, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menuturkan bahwa dalam 10 tahun terakhir pendanaan Cina yang telah dialirkan ke berbagai negara menembus lebih dari US$1 triliun setara Rp15.700 triliun. Ada pun nominal yang fantastis tersebut difokuskan untuk mendanai pembangunan pembangkit listrik, jalur kereta, pelabuhan, jalan raya, hingga jembatan.

“Aliran dana Belt and Road ini mayoritas diterima oleh negara-negara miskin dan berkembang termasuk Indonesia. Pembahasan pembangunan yang bertumpu pada isu keberlanjutan penting untuk disuarakan lebih tegas dalam Belt and Road Initiative Summit tahun 2023 ini karena pendanaan Tiongkok hingga sekarang masih jauh dari kata hijau. Proyek BRI atas pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar fosil yang didanai oleh Tiongkok masih menyumbang sekitar 245 juta ton produksi karbon dioksida per tahun,” kata Bhima dalam rilis yang diterima Barisanco.

Di Indonesia sendiri, kata Bhima masih banyak proyek yang memiliki risiko tinggi terhadap lingkungan dan sosial terutama pembiayaan smelter nikel yang masih gunakan PLTU batu bara skala besar.

Indonesia Masih Berjibaku pada Infrastruktur Tidak Ramah Lingkungan

Tidak dapat dipungkiri, pemerintah era Jokowi sangat menyambut positif proyek BRI karena mendukung agenda strategis Indonesia yang berfokus pada pembangunan infrastruktur. Menurut laporan AidData tahun 2021, Indonesia menjadi salah satu negara penerima dana terbesar dari Tiongkok melalui skema BRI.

Kendati demikian, pengamat dan para ahli Indonesia mengkritik tajam inisiasi dari Cina karena masih menggelontorkan dana secara besar-besaran untuk proyek yang tidak ramah lingkungan.

Muhammad Zulfikar Rakhmat, Direktur Studi China-Indonesia CELIOS menyoroti investasi Cina di sektor energi terbarukan masih jauh lebih sedikit dibandingkan di sektor energi kotor.