Proses mengikuti UTBK di tahun kedua jelas bukanlah proses yang mudah, banyak sekali jatuh bangun di dalamnya. Apalagi karena saya cukup aktif berkegiatan di IPB, waktu harus saya bagi sebaik dan seefektif mungkin. Ketika perkuliahan masih dijalankan secara offline di Dramaga, saya membagi waktu saya untuk kuliah, organisasi-kepanitiaan, dan juga les bimbingan belajar.
Ketika ada waktu kosong atau jam kuliah saya sudah selesai, saya berangkat dari Dramaga ke Yasmin agar bisa mengikuti kelas bimbel. Jika kelas kosong saya ada di pagi hari saya berangkat pagi ke bimbel lalu siang berkuliah di Dramaga. Ketika ada waktu rapat, saya balik ke Dramaga dan ketika hari itu tidak ada rapat saya menetap sampai malam di tempat bimbingan belajar saya. Terima kasih NF Dramaga, terima kasih juga teman-teman saya yang berbaik hati mengantar dan menjemput saya selepas belajar.

Kadang kalau saya lagi benar-benar rajin, jeda mata kuliah ke mata kuliah lainnya saya gunakan untuk belajar dan mencatat materi UTBK, terima kasih Tanoto Library dan LSI yang seringkali menjadi tempat singgah saya untuk mengambis lagi. Ketika kuliah mulai berjalan online pun saya masih sempatkan mengikuti bimbel dan belajar secara online untuk mengejar UTBK. Jujur sama sekali ga mudah karena saya harus membagi fokus saya ke banyak hal, tetapi saya masih berusaha untuk mencoba.
Hingga akhirnya hari yang dinanti tiba, saya merasa menjawab soal dengan suasana hati yang baik dan cukup yakin dengan jawaban-jawaban yang saya berikan. Rasa lega, senang, serta bahagia meliputi hati saya karena saya merasa usaha saya tidak sia-sia. Saya merasa ikhlas dan tenang, serta cukup yakin dengan hasil yang akan diberikan. Tetapi ternyata, pada hari Jumat 14 Agustus 2020, jawaban terbaik dari doa-doa dan usaha saya datang, namun ternyata jawaban itu bukanlah sebuah jawaban yang mungkin saya harapkan.

Awalnya saya kira saya ga akan sedih lagi, ga akan nangis lagi dengan kegagalan. Saya sudah sering kali bertemu dan bahkan berteman dengannya. Tetapi ternyata hari itu saya menangis lagi, merasa bersalah, merasa tak ada arti. Saya rasa banyak sekali orang-orang baik yang ada di sekitar saya, orangtua, teman-teman silih berganti mendengar tangisan dan kesedihan saya. Terus berucap hal-hal baik agar saya bisa ikhlas memaafkan diri dan juga ikhlas dengan jawaban terbaik ini.
Alhamdulillah proses kesedihan saya tidak berlarut-larut, berkat dukungan yang baik, hal-hal positif lainnya juga datang mengikuti. Esok paginya saya harus rapat lagi jadi saya usahakan untuk semangat dan bisa memaafkan kekecewaan diri.