Scroll untuk baca artikel
Opini

Berteman dengan Kegagalan

Redaksi
×

Berteman dengan Kegagalan

Sebarkan artikel ini
Oleh: Arina Salsabila Santoso

(Mahasiswa Institut Pertanian Bogor)

Barisan.co – Hai! Cerita ini mungkin adalah salah satu yang bisa dibilang sangat pribadi dan sensitif bagi saya. Cerita tentang gagal, dan juga berteman dengannya. Bagi saya pribadi, gagal merupakan hal yang sering sekali saya temui. Gagal dalam mengikuti kompetisi, gagal dalam menggapai beberapa mimpi, gagal dalam jatuh hati, atau sesederhana gagal diet hari ini.

Gagal bisa dibilang sering sekali berteman dengan saya. Tetapi apakah saya menyukai kegagalan? Tentu saja tidak. Saya tidak menyukai kegagalan, tetapi saya menerima bahwa kegagalan adalah suatu proses dari jatuh bangunnya kehidupan. Proses pembelajaran yang mungkin sering kali kita luput perhatikan.

Mungkin sejak duduk di bangku SMP saya sudah mulai berteman dengan yang namanya gagal. Berkali-kali ikut seleksi lomba olimpiade sana sini, tetapi ternyata belum rezeki. Di SMA pun begitu, mencoba ikut lomba debat, submit beberapa lomba esai dan karya tulis, daftar kegiatan-kegiatan nasional atau volunteer. Sampai, ikut seleksi OSN dan hasilnya banyak sekali terjadi penolakan dan kegagalan.

Sering kali saya sudah berada di tahap semi final. Tetapi kalah hingga akhirnya ga bisa bawa pulang piala karena ga masuk final. Banyak coba, banyak juga gagal yang datang.

Tetapi menurut saya, di balik semua kegagalan yang saya lewati, banyak sekali hikmah dan jawaban lain yang saya dapatkan. Walaupun gagal berkali-kali olimpiade di SMP, ternyata saya dipertemukan dengan salah satu passion saya yaitu public speaking. Hingga akhirnya saya dapat mewakili sekolah saya menjadi Juara 1 Pidato Puteri se-Tangerang Selatan pada masa itu.

Walaupun di SMA saya kehilangan beberapa kesempatan karena gagal dan ditolak, ternyata saya mendapat kesempatan menjadi salah satu delegasi Parlemen Remaja Indonesia (Delegasi DKI Jakarta). Gagal sering kali berteman dengan saya, tetapi mencoba berkali-kali akhirnya juga bisa menjadi kebiasaan untuk saya.

Sebenarnya alasan saya menulis ini adalah ingin menceritakan salah satu cerita tentang gagal, dan mencoba yang bisa dibilang baru-baru ini saya hadapi. Walaupun mungkin tadi saya bilang saya sudah berteman dengan kegagalan, tetapi gagal juga tidak pernah mudah bagi saya. Mungkin bagi beberapa teman yang membaca ini, teman-teman sudah tahu bahwa saya mengikuti UTBK lagi di tahun ini.

Iya, saya memang sudah berkuliah di IPB, tetapi ada mimpi yang mungkin ingin saya kejar di tempat lain. Bukan berarti kampus saya yang sekarang tidak bisa memfasilitasi mimpi tersebut. Tetapi karena saya ingin mencoba lagi mengejar mimpi saya yang dulu. Karena, tahun lalu saya gagal mengejar mimpi tersebut, akhirnya saya mengikuti UTBK lagi.

Proses mengikuti UTBK di tahun kedua jelas bukanlah proses yang mudah, banyak sekali jatuh bangun di dalamnya. Apalagi karena saya cukup aktif berkegiatan di IPB, waktu harus saya bagi sebaik dan seefektif mungkin. Ketika perkuliahan masih dijalankan secara offline di Dramaga, saya membagi waktu saya untuk kuliah, organisasi-kepanitiaan, dan juga les bimbingan belajar.

Ketika ada waktu kosong atau jam kuliah saya sudah selesai, saya berangkat dari Dramaga ke Yasmin agar bisa mengikuti kelas bimbel. Jika kelas kosong saya ada di pagi hari saya berangkat pagi ke bimbel lalu siang berkuliah di Dramaga. Ketika ada waktu rapat, saya balik ke Dramaga dan ketika hari itu tidak ada rapat saya menetap sampai malam di tempat bimbingan belajar saya. Terima kasih NF Dramaga, terima kasih juga teman-teman saya yang berbaik hati mengantar dan menjemput saya selepas belajar.