Barisan.co – Pada perayaan hari kemerdekaan ke-75 Indonesia di media sosial Facebook viral postingan kritik Gus Baha terhadap Nahdlatul Ulama (NU).
Postingan kritik Gus Baha untuk NU di status Facebook Wasis Sasmito, Senin (17/8/2020)
Pada statusnyanya Wasis Sasmito mengawali statusnya dengan kalimat, “Atas ijin Gus Chumedu Yusuf, aku upload tulisan kritik Gus Baha untuk NU tercinta yang diposting di WAG.”
Status tersebut telah dibagikan 878 kali dibagikan. Mendapatkan 19 komentar, belum termasuk komentar-komentar yang membagikan. Sedangkan like sudah lebih dari seribu. Di akhir status ada tagar #monggoshare.
Berikut ini kritikan untuk orang-orang NU oleh Gus Baha pada status lengkap Wasis Sasmita
Atas ijin Gus Chumedi Yusuf, aku upload tulisan kritik Gus Baha untuk NU tercinta yang diposting di WAG
Kritikan Untuk Orang-orang NU
Oleh: Gus Baha (KH Bahaudin Nur Salim)
NU itu terlalu banyak pengajian umum. Tradisi ngaji (kitab) mulai hilang. Itu lampu merah. Orang kaya suka ulama. Suka kiai. Tapi maunya ngatur ulama, tidak mau diatur ulama.
Saya ga mau ngaji yang ribet itu. Harus pasang panggung, sound system, yang penting bupati datang. Ribet.
Mereka habis 50 juta, 100 juta tidak masalah. Tapi sesuai mau mereka, yang datang jamaahnya banyak. Coba, kalo nuruti maunya kiai, ulama, ngajinya menganalisa kitab, uangnya buat mencetak naskah, pasti tidak mau.
Saya ingin kebesaran ulama itu kembali, yaitu bisa mengatur orang kaya. Bukan seperti sekarang, diatur orang kaya.
Banyak yang datang minta pengajian umun, bawa alphard, saya jawab kalo mau ngaji datang ke sini saja. Kalo kiai diatur-atur, kan ribet.
Bukan saya anti. Dan itu perlu. Tapi sudah over. Tapi tradisi ngaji yang sebenarnya, yang jadi standar NU, sudah mulai ditinggalkan.
Ditambah, kiai yang kedonyan, cinta dunia. Klop. Yang kaya, tahunya memuliakan kiai dengan uang, kiainya juga senang. Musibah. Terutama di Jawa Timur.
Saya keluar dari kantor PWNU Jawa Timur, langsung dikasih voucher umroh. Saya jawab, tidak, saya kiai Jawa Tengah.
Makanya saat saya diundang di Tebu Ireng, Pondok Syaikhona Kholil, Termas … Saya mau asal, disediakan naskahnya Mbah Hasyim Asy’ari, Mbah Kholil, Syaikh Mahfudz Termas.
Ya, saya ngajinya kitab para pendiri pesantren itu. Bukan ngaji Gus Baha tapi ngaji Mbah Hasyim Asy’ari, dll.
Ini kan musibah. Selama ini dzurriyah, para cucu tidak peduli dengan naskah pendiri. Padahal ada ahli filologi, pengumpul naskah. Naskah masyayikh kita ada di luar negeri, cucunya ga punya.
Saya punya naskahnya Syaikh Mahfudz yang tidak ada di Termas. Saya dikasih Mbah Moen. Akhirnya, para cucu ngaji ke sini.
Coba, Sirojut Tholibin di cetak di mana-mana, termasuk Yaman. Namun, kita tahu nasibnya di Jampes.