Meski harus diakui, baru sepekan menjalani terapi di dapur, Burna selalu datang dari rumah keluarganya dalam penampilan rapi. Terlebih kakak kandungnya itu tidak pernah lagi mengamuk di rumah keluarganya, membanting perabot dan apa pun yang ada di hadapannya. Bahkan mau membakar mobil dan rumah mewahnya segala. Monica benar, ia pun musti mengalah di hadapan kakaknya. Terutama istri Burna dan anak-anak mereka sudah pasrah bongkokan kepadanya dan Monica. Dan Sanu cukup senang karena keluarga kakaknya sudah tampak kembali menampakkan sayap-sayap kebahagiaan.
Sebagaimana pula yang ditunjukkan sayap kupu-kupu Monica, dalam tarian bagai bidadari berhujan-hujan laron. Melihat keindahan geliat tubuh bule di antara cahaya putih itu, Sanu sertamerta ingin mengabadikan. Segera ia berkesiap masuk rumah untuk mengambil kameranya. Hanya beberapa menit Sanu masuk rumah, dan begitu keluar lagi ia tak melihat lagi Monica di bawah cahaya neon. Keterpanaannya seakan membayang, bidadari itu terangkat laron-laron ke langit menggelap. Ia pun memanggil-manggil dengan perasaan cemas ragu yang menegas, tapi tak terdengar sahutan.
Kecemasannya menimbang-nimbang nama Burna, dan ia musti merahasiakan dari orangtuanya maupun orang-orang kampung. Juga kepada isteri Burna, saat ia mengira kakaknya membawa Monica ke rumahnya. Pun saat ia mencari-cari ke beberapa rumah tetangga. Monica seperti raib, dan hanya satu kemungkinan yang diyakininya, Burna telah membawa gadis kulit putih itu ke….
Instingnya menoreh begitu saja atas kecurigaan tentang kegilaan apa yang akan dilakukan Burna, untuk menutup kasus bahwa kakaknya telah melakukan penggundulan hutan jati. Cergas ia berkesiap memasuki kegelapan hutan jati. Yang diingatnya ada tempat favorit ia dan kakaknya sejak mereka kanak-kanak. Persis di tengah hutan jati ada satu penerangan lampu, dan cahaya batere mengantarnya ke sana. Dan sejak kecil instingnya memang tak pernah meleset. Ia melihat Monica terikat pada tiang lampu itu, dan Burna tampak sedang menunggu kedatangannya.
Burna menyeringai melihat kedatangannya….
“Ayo, rekam kami dengan kameramu!” teriaknya.
Sanu terpana.
Laron-laron beterbangan memburu cahaya, mengepak-ngepakkan sayap pada cahaya lampu putih ratusan watt. Pandangan Sanu bertanya-tanya, melihat Monica tampak tenang-tenang saja dengan tubuh terikat. Bahkan di matanya, gadis bermata burung dara itu bagai menikmati dirinya berhujan-hujan laron. Tubuh tinggi padatnya seperti menari, dalam geliat tergelinjang oleh laron-laron kehilangan sayap. “Ayo, arahkan kameramu!” seru Burna dengan tawa kegilaannya.