Scroll untuk baca artikel
Fokus

Bisakah PP Royalti Musik Tidak Menguap Hampa?

Redaksi
×

Bisakah PP Royalti Musik Tidak Menguap Hampa?

Sebarkan artikel ini

“Peraturannya sudah ada, kenapa dipeributkan?” tanya Pongki.

Padahal yang seharusnya disorot adalah pasal dalam PP tersebut yang meminta lembaga manajemen kolektif untuk membuat pusat data lagu, selambat-lambatnya dua tahun sejak sekarang.

Pusat data lagu dan Sistem Informasi Lagu/Musik (SILM) akan menjadi dasar bagi musikus, agar karyanya tercatat dan diakui, sehingga dapat digunakan user secara legal. “Gue mau pakai ini dan bayar sekian,” katanya.

Saat ditanya mengenai pencipta lagu dangdut yang sekarang menjadi pemulung, Pongky menjawab ada kemungkinan komposer tersebut tidak terinformasi performing copyright. Dia tidak menjadi anggota di salah satu lembaga manajemen kolektif.

Pongki menekankan kepada semua musikus untuk mendaftarkan karya-karyanya ke LMKN, sehingga bisa dicatat dan mendapatkan royalti.

Ia menambahkan pencipta lagu sudah sepatutnya mendapatkan royalti. Karya musik ada karena satu orang yang membuat lagu. Selama ini dalam suatu acara, semua orang mendapatkan royalti. Bahkan dalam acara pernikahan, baik pihak wedding organizer, pemain band, hingga tukang sapu dapat keuntungan. Sementara pencipta lagu tidak mendapatkan apa-apa. “Makanya ini loh yang dipikirkan pemerintah,” pungkasnya.

Baik Anji maupun Pongki berpendapat PP Nomor 56 Tahun 2021 ini sebaiknya tidak dipermasalahkan lagi, karena sudah diterapkan sejak dulu. Dan yang lebih penting lagi adalah PP ini dibuat dalam rangka membela hak-hak komposer. []


Penulis: Yusnaeni