Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Bus Listrik Lebih Menguntungkan Ketimbang Mobil Listrik

Redaksi
×

Bus Listrik Lebih Menguntungkan Ketimbang Mobil Listrik

Sebarkan artikel ini

Meski nantinya banyak yang akan beralih ke mobil listrik, masalah mobilitas belum dapat teratasi. Untuk itu, transportasi publik seperti bus listrik menjadi pilihan cerdas untuk mengatasi mobilitas di kota Jakarta.

BARISAN.CO – Tahun 2019 silam, 34 kota di seluruh dunia berkomitmen pada Deklarasi Jalan Hijau dan Sehat C40. Jakarta salah satu dari lima kota yang menyatakan niat untuk mengubah ara utama kotanya menjadi tempat bebas dari kendaraan berbahan fosil dengan menciptakan dan meningkatkan ruang publik, taman kota dan jalan, mengembangkan transportasi umum, infrastruktur sepeda, serta mengadopsi secara ekslusif bus nol emisi.

Dalam laman resminya, C40 menyebut, jika semua kota komitmennya dan mendorong lebih banyak orang meninggalkan kendaraan pribadi berbagan fosil, itu bisa mencegah kematian dini lebih dari 45.000 jiwa setiap tahunnya.

Saat itu, Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan menyampaikan, Jakarta menghadapi masalah kualitas udara yang signifikan dengan polusi kendaraan. Sehingga, visi Pemprov DKI Jakarta, ingin mengubahnya menjadi lalu lintas yang didominasi kemacetan dan polusi.

Hal itu Anies buktikan dengan meluncurkan 30 bus listrik Transjakarta pada awal Maret lalu. Secara bertahap, seluruh armada bus Transjakarta akan diganti menjadi armada listrik sebelum tahun 2025.

Bus Listrik Transjakarta Pilihan Cerdas Mengatasi Masalah Mobilitas di Jakarta

Langkah Anies tersebut bisa dikatakan langkah yang tepat. Terlebih, saat itu, Anies juga menyebut jika mendorong mobil listrik, hanya akan menurunkan emisi, tetapi tidak mengatasi kemacetan.

Bus listrik berperan penting dalam transisi energi. Mengutip Enel X, bus listrik memiliki tiga keuntungan dan manfaat bagi lingkungan, yaitu:

  1. Bus listrik membantu menghilangkan polusi udata karena tidak ditenagai oleh bahan bakar fosil, tetapi dari sumber energi berkelanjutan. Memiliki nol emisi knalpot termasuk nitrogen oksida dan partikel, tidak hanya memperbaiki kualitas udara sebuah kota, namun juga membuat hidup penduduknya lebih bahagia. Contohnya, saat asap knalpot bus diesel bergerak, tidak hanya buruk bagi kesehatan, tapi membuat jengkel karena asapnya tersebut.
  2. Keuntungan lainnya, tidak mengeluarkan suara yang sangat penting di area perumahan. Polusi suara menjadi salah satu dari banyak tantangan yang dihadapi kota. Pengalaman naik bus listrik juga lebih menyenangkan bagi penumpang. Rata-rata bus bermesin diesel dan pembakaran cenderung bergetar sedangkan dengan bus listrik, penjalanan lebih mulus, membuat hidup penumpang lebih mudah bagi mereka yang ingin menghabiskan waktu perjalanannya dengan berbincang, bekerja, atau bersantai. Bus listrik adalah bagian intrinsik dari kota pintar di masa depan.
  3. Dalam hal operasional, bus listrik juga lebih masuk akal. Meski di awal peralihan biayanya bisa mahal karena diperlukan infrastruktur pengisian yang diperlukan, tetapi investasi ini dapat diimbangi dengan penghematan jangka panjang di bidang lainnya. Contohnya: bus listrik memiliki biaya bahan bakar yang lebih rendah, komponen lebih sedikit, memerlukan perawatan lebih sedikit, dan siklus hidup yang lebih lama. Awalnya, bus listrik memang jauh lebih mahal, namun dalam jangka panjang justru akan menjadi lebih murah.

Di tahun 2017, UN Environment Programme (UNEP), revolusi yang berlangsung pada industri transportasi termasuk Tesla memang menjanjikan. Akan tetapi, itu bisa memperdalam ketidaksetaraan global dengan membiarkan negara berkembang tersedak oleh asap knalpot.

Jumlah kendaraan pada tahun 2050 diperkirakan akan meningkat tiga kali lipat dan pertumbuhan besar-besaran terjadi di negara berkembang. Hal ini memunculkan masalah besar seputar mobilitas, perencanaan kota, infrastruktur, maupun kesehatan masyarakat.

UNEP menyebut, mengubah sumber daya untuk mobil tidak secara langsung mengurangi kemacetan.

“Investasi publik dan prioritas politik harus berfokus pada bus listrik, pada penyediaan infrastruktur untk sepeda listrik dan non-listrik, serta investasi dalam sistem kereta listrik konvensional,” kata Juerge Perschon dari Institut Eropa untuk Transportasi Berkelanjutan.

Sebuah penilitian yang dipublikasikan oleh IOMC World menemukan, kemacetan lalu lintas menyebabkan efek emosional lebih besar. Seperti, stres, huhup dan agretivitas. Sedangkan bagi pengemudi, menyebabkan efek kesehatan fisik, di anatranya ialah sakit punggung, nyeri pada kaki, sakit kepala, dan pusing.

Apabila yang didorong hanya peralihan kendaran mobil listrik pribadi, bukan transportasi publiknya, maka efek dari kemacetan seperti itu belum bisa diatasi.

Kita menyadari bahwa tidak semua orang punya pilihan meninggalkan mobilnya. Layanan darurat, truk pengantaran, dan lain-lain akan terus memerlukannya. Namun, dengan transportasi publik berbasis listrik, emisi dan kemacetan tidak perlu bisa teratasi secara berbarengan.

Jakarta telah memulainya dengan mulai peralihan bertahap kendaraan bus listrik. Dengan biaya yang terjangkau juga dan apabila benar sebelum tahun 2025 semua kendaraan Transjakarta akan digantikan, maka Jakarta kemungkinan besar bisa mengatasi masalah mobilitas di ibu kota sepenuhnya. [rif]