Scroll untuk baca artikel
Kontemplasi

Cara Mengabdi Pegiat Literasi

Redaksi
×

Cara Mengabdi Pegiat Literasi

Sebarkan artikel ini

Sejak bulan September 2016, Kelingan telah membuka kelas menulis yang terbuka untuk umum. Kelas tersebut berlangsung setiap Sabtu sore (pekan kedua dan keempat) pukul 14.00-15.30 di aula lantai 1 Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Semarang, Ungaran.

Jauh hari sebelumnya, Kelingan pernah menggelar pelatihan membuat blog bersama komunitas blogger Gandjel Rel, bincang buku bersama Gol A Gong, dan diskusi cerpen bareng Gunawan Budi Susanto.

Lantas, di ranah online, Kelingan telah membuat grup tertutup facebook. Grup yang dimaksudkan sebagai ruang dialog seputar menulis, ruang berbagi hasil karya anggota. Ada pula fanpage Keluarga Literasi Ungaran, ruang publik Kelingan. Tidak berhenti di situ, Kelingan (atas inisiasi Dewi Rieka, seiring menyemaraknya WhatsApp) membuat grup diskusi WhatsApp, dengan aturan (atas usulan Putu Ayub) tidak boleh menyingkat kata, memperhatikan ejaan, dan tak sembarangan membubuhkan tanda baca.

Lagi-lagi, untuk menguji kesanggupan menulis anggota (harapannya sih…), Dewi yang juga pengelola website semarangcoret.com, menyeru kepada followers Kelingan untuk menjajal nyali menulis dengan mengirimkan ke website tersebut. Unjuk kemampuan menuang pengamatan seputar isu yang berkembang di Kabupaten Semarang.

Kini, waktu terus bergulir. Proses sudah kami tempuh. Berbagai cara untuk menarik perhatian semua kalangan sudah kami usahakan. Upaya mendukung pemangku kepentingan dalam menggemakan gerakan literasi sudah kami lakukan. Perkara hasil, benar, up to God.

Kelingan sama sekali tidak bisa menyulap kenyataan. Kelingan berdiri pada ranah keadaan, mengupayakan peluang. Jadi, fenomena gadget dan berbagai peranti media sosial bukanlah apologi untuk tak membaca, bukan jadi alasan untuk malas menulis.

Nah, kepada para sahabat Kelingan dan pegiat literasi di mana pun berada, di sini saya tandaskan (aish…sudah kayak motivator aja), jangan patah arah! Pantang patah bagi pembelajar. Pantang jemu buat penulis (terutama pemula). Anggap saja, berliterasi adalah cara mengabdi pada Tuhan. Cara mengada di tengah masyarakat.