Barisan.co – Masyarakat senantiasa diberikan pandangan tentang ancaman kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI). Lantas, apakah itu komunis? Sebagai sebuah ideologi komunis memiliki pandangan menolak kepemilikan barang pribadi dan beranggapan bahwa semua barang produksi harus menjadi milik bersama.
Paham ini bertujuan menghapuskan hierarki buruh pemilik modal karena sistem kapitalis cenderung mengeskploitasi manusia. Pandangan komunis sebagai ideologi yang berkenaan dengan paham filosofi, politik, dan ekonomi. Namun pada sisi nilai-nilai agama, komunis menganut pandangan dan paham anti Tuhan atau atheis.
Undang-undang mengatur bahwa segala bentuk penyebaran ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme dilarang di Indonesia. Termaktub dalam UU 27/1999, pada pasal 107, upaya dengan lisan, tulisan maupun media apa pun menyebarkan atau mengembangkan ajaran Marxisme, Komunisme, Leninisme dalam segala bentuk dan wujudnya dipidana dengan pidana paling lama 20 tahun penjara.
Namun tragedi yang menimpa bangsa ini, tidak hanya pada wilayah ekonomi dan politik perebutan kekuasaan. Akan tetapi juga berafiliasi dengan agama. Menciptakan isu agama bagi masyarakat sangat sensitif. Pembantaian para kiai, tokoh agama, dan ulama sangat santer, sehingga Partai Komunis Indonesia dicap sebagai partai yang dilarang.
Lantas apakah PKI akan bangkit? Ini seperti sepeda rusak dan sepeda tersebut dilarang beredar. Namun demikian kerusakan sepeda tersebut masih bisa diperbaiki dan bisa diajarkan secara bebas tentang bagaimana merakit sepeda.
Sebagai sebuah ideologi, komunisme masih tetap ada, karena juga dianut di beberapa negara. Sementara itu, menurut riset Saiful Muljani Research and Consulting (SMRC) tahun 2017, menemukan bahwa isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) tidak banyak dipercaya masyarakat. Survei bertema “Isu Kebangkitan PKI” menghasilakan bahwa 86,8 persen responden tidak percaya PKI sedang bangkit.
Bencilah Ajarannya
KH. Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha pernah menyampaikan kalau saat ini ramai masalah komunis. Jika bicara jihad melawan komunis, Gus Baha menerangkan bahwa Nabi Muhammad di semua hadits, tidak ada yang menyebut jihad bagian dari rukun Islam. Jihad itu kondisional.
“Jadi jihad tak pernah jadi rukun Islam. Ini penting saya katakan, karena sekarang banyak orang yang sudah salat, zakat, puasa. Hanya karena tidak jihad dianggap tidak Islam, itu salah besar. Karena rukun Islam, hadits shahih tidak pernah memasukkan jihad,” tuturnya.
Gus Baha menambahkan bahwa kewajiban jihad setelah orang mempunyai pemimpin yang baik dan adil. Sekarang mencari pemimpin yang baik dan adil sangat sulit. Tapi bahwa jihad dengan bentuk apapun yang menjadikan Islam ini diterima itu sampai kiamat itu namanya jihad dengan hujjah atau jihad bisulthon (argumen) yaitu jihad yang bisa menjelaskan pentingnya orang kembali kepada Allah Swt.
Gus Baha berpesan kamu jangan menjadi seperti LSM yang terjebak isu pemutarbalikan sejarah misalnya begini. “Wah itu dulu, itu hanya penciptaan orde baru, sebetulnya kejadian tidak begitu.” Sejarah itu bisa dibolak balik. Tapi kita ikut saja yang resmi karena Islam itu tidak mau ribet.
“Terpenting dalam akidah Islam, kamu membenarkan satu ormas atau satu organisasi politik atau satu gerakan apa saja. Cek, itu dari ajarannya apa. Menurut ajaran Islam kalau orang mengajak komunisme, mengajak atheisme, tidak bertuhan itu pasti ajaran yang salah. Meskipun orang itu berperadaban secara benar, meskipun orang itu berposisi dizalimi.”
Santri kesayangan KH. Maimun Zubair ini menyampaikan sekarang ajaran komunisme, baik PKI itu berstatus dizalimi atau tidak, ajaranya tetap salah karena menolak Tuhan. Sekarang umat Islam itu imannya pas-pasan digiring untuk bersimpati atau berempati pada komunisme karena seakan mereka korban.
“Makanya Quran kalau bicara ajaran itu jelas “kaburat kalimatan takhruju min afwaahihim.” Yang disalahkan itu kalimatnya. Ajaran mana yang salah, yang salah ajarannya,” terangnya.
Gerakan
Di era demokrasi sekarang ini dan seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, sangat mudah belajar, mengakses, maupun mendapatkan pemahaman tentang ideologi komunisme. Sehingga siapa saja bisa belajar tentang komunisme itu sendiri.
Tidak dapat dipungkiri era zaman Soeharto atau orde baru, ada pelarangan buku-buku berhaluan kiri atau berideologi komunis dan marxis. Lain lagi dengan sekarang ini, sebebas-bebasnya mengkases dan terbuka lebar untuk belajar.
Meski menurut survei masyarakat tidak percaya kebangkitan PKI. Namun yang perlu menjadi titik pandang yakni bahwa ideologi komunis tetap ada. Begitu juga dengan ajaran komunisme, meski menurut pandangan Islam bahwa ajarannya salah.
Lantas apakah masyarakat imunnya sudah kuat mendapatkan beragam informasi komunisme. Sebagaimana masyarakat juga berdampingan manis dengan gerakan sekulerisme, kapitalisme, hedonisme hingga liberalisme.
Gerakan semacam itu sudah menjadi bagian dari lingkaran masyarakat. Bahkan bisa jadi tidak begitu mempersoalkan. Barangkali karena paham individualisme mengalir pada tubuh yang mengakar.
Masyarakat tidak sensitif mempersoalkan hal tersebut, meski ada gerakan-gerakan pelarangan dan perlawanan. Terkesan hanya sebagai gerakan dua kubu politik yang sekadar untuk mendapatkan simpati masyarakat.
Semua menjadi formalisme, berdampingan di keseharian masyarakat. Paham-paham tersebut diterima dengan tangan terbuka. Tidak ada bedanya isme-isme yang merusak. Bahkan seperti tidak menjadi ancaman lagi. Di era disrupsi semacam ini semua bebas mempromosikan, mengajarkan dan bahkan mengancam.
Baik komunisme, sekularisme, kapitalisme, hedonisme hingga liberalisme sudah masuk ke otak masyarakat menjadi nilai baru yang diamini. Tentunya, paham maupun ideologi tersebut bermetamorforsis dengan format terkini.
Lantas apakah memberikan ucapan “Selamat datang komunisme.” Sepertinya tidak perlu, karena wajah komunisme sudah ada di era yang terbuka dan mudah mengaksesnya.###
Penulis: Lukni An Nairi
Diskusi tentang post ini