Scroll untuk baca artikel
Analisis Awalil Rizky

Catatan atas Pertumbuhan Ekonomi -2022 (Bagian Dua)

Redaksi
×

Catatan atas Pertumbuhan Ekonomi -2022 (Bagian Dua)

Sebarkan artikel ini

KINERJA pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2022 yang cukup tinggi dan disikapi suka cita oleh otoritas ekonomi, telah diberi beberapa catatan pada tulisan sebelumnya. Antara lain tentang tidak didukung oleh kinerja sektor-sektor yang terkait erat fundamental ekonomi Indonesia atau yang menyerap banyak tenaga kerja.

Selain dirinci dalam hal lapangan usaha atau sektor yang memproduksi barang dan jasa, Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan pula rincian dari sudut pandang penggunaan. Seluruh nilai tambah output secara konseptual dan metodologis dapat ditelusuri penggunaannya.

Rincian atau komponen Produk Domestik Bruto (PDB) itu disebut sebagai berdasar pengeluaran, karena pengguna dianggap melakukan pengeluaran. Dalam hal ini, PDB dilihat sebagai pengeluaran total atas output perekonomian.

Dalam pengertian sehari-hari dibeli atau dipergunakan oleh siapa saja. Namun ada sebagian barang dan jasa yang dianggap atau tercatat dibeli oleh produsennya sendiri.

BPS saat ini mengklasifikasi rinciannya menjadi tujuh komponen. Yaitu: Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga, Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT), Pengeluaran Konsumsi pemerintah, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), Perubahan Inventori, Ekspor Barang dan Jasa, dikurangi Impor Barang dan Jasa.

BPS menghitung PDB menurut pengeluaran ini dengan cara yang berbeda dari yang menurut lapangan usaha. Total nilainya tidak persis sama, atau terdapat selisih perhitungan. Oleh karena BPS masih lebih mengandalkan perhitungan menurut lapangan usaha, maka selisih itu disebut diskrepansi statistik dalam penyajian PDB menurut pengeluaran.    

Dalam hal menyajikan data pertumbuhan masing-masing komponen, serupa dengan menurut lapangan usaha, yang dipergunakan adalah nilainya dalam PDB atas dasar harga konstan.

Sebagai contoh, Pengeluaran konsumsi rumah tangga atas dasar harga konstan atau yang telah memperhitungkan kenaikan harga pada tahun 2021 sebesar Rp5.896,7 triliun. Tumbuh 2,02% dibandingkan tahun 2020 yang sebesar Rp5.780,2 triliun.

Nilai pengeluaran konsumsi rumah tangga atas dasar harga konstan tahun 2021 itu masih lebih rendah dibandingkan tahun 2019 yang sebesar Rp5.936,4 triliun. Dengan demikian, secara riil sebenarnya belum kembali pada tingkat konsumsi tahun 2019.

Kondisinya memang mulai membaik signifikan pada triwulan I dan II tahun 2022 yang tumbuh 4,34% dan 5,51% (y-on-y). Secara kumulatif selama semester satu tumbuh sebesar 4,93%.

Pengeluaran konsumsi rumah tangga sempat terkontraksi atau tumbuh minus 2,63% pada tahun 2020. Pada tahun 2019 masih tercatat tumbuh 5,04%. Rata-rata pertumbuhan era tahun 2015-2019 sebesar 5,0%. Jika dilihat dalam kurun waktu yang lebih panjang, mencapai 5,12% pada tahun 2011-2019.

Dengan demikian, meski konsumsi rumah tangga telah membaik signifikan pada tahun 2022, masih belum bisa dikatakan pulih sepenuhnya. Besaran memang telah kembali ke lintasan tumbuh sekitar 5%, namun belum mengkompensasi kondisi kontraksi dan pertumbuhan rendah selama tahun 2020 dan 2021.

Komponen pengeluaran yang tetap tumbuh pada era pandemi adalah konsumsi pemerintah. Hal itu antara lain karena memang diupayakan melalui APBN yang sangat ekspansif sebagai bagian dari penanganan covid dan berlanjut dengan program pemulihan ekonomi. Meski demikian, konsumsi pemerintah hanya bisa tumbuh 1,96% pada tahun 2020 dan 4,17% pada tahun 2021.

Kondisi pengeluaran pemerintah berubah drastis pada triwulan I dan II tahun 2022 yang kontraksi atau tumbuh minus 7,59% dan 5,24% (y-on-y). Secara kumulatif selama semester satu alami kontraksi atau tumbuh minus 6,27%.