BARU kali ini, seumur hidup menyaksikan sepakbola di televisi sangat melelahkan, menegangkan dan sekaligus membahagiakan.
Saya sepakat dengan sejumlah analis lokal dan mancanegara bahwa pertarungan kesebelasan Argentina versus Prancis dalam Piala Dunia 2022 di Qatar ini, yang terbaik.
Pertarungan dua ambisi yang diakhiri dengan adu penalti 4-2 setelah bermain imbang 3-3 lewat perpanjangan waktu. Permainan yang sangat melelahkan fisik dan psikologis.
Di babak pertama Lionel Messi dan kawan-kawan membuat Prancis tak berkutik sehingga skor menjadi 2-0. Namun, kondisi itu tidak bertahan sampai akhir babak normal karena di injurry time, Kylian Mbappe dan kawan-kawan membalasnya hingga bersanding 2-2.
Pada akhir babak perpanjangan tepatnya pada menit 108, Messi kembali menjebol gawang Prancis. Tropi juara pun semakin dekat. Namun lagi-lagi di menit akhir babak perpanjangan Mbappe lagi-lagi jebol gawang Argentina lewat titik putih penalti hingga skor menjadi 3-3.
Dalam pertandingan hampir tiga jam ini, campur aduk antara ambisi personal dan tim. Messi tentu berambisi menjadi legenda sepakbola dunia. Tidak bisa lagi dibayang-bayangi nama besar Pele, Maradona atau Cristiano Ronaldo alias CR7. Agar tidak menjadi perdebatan maka harus dikunci dengan memenangi Piala Dunia 2022. Bagi Messi, tak ada kesempatan lagi atau mungkin ini yang terakhir lantaran pada Piala Dunia 2026 usianya menginjak 39 tahun.
Pun, Messi juga membawa ambisi tim untuk memenangi Piala Dunia yang ketiga setelah 1978 dan 1986. Selama 36 tahun masa penantian.
Begitu juga dengan Mbappe yang pada awalnya ingin menjadi pemain Tim Nasional Kamerun (sang ayah asli Kamerun) — memilih Prancis sebagai tempat berkarier — berambisi untuk dikenang sebagai pemain terbaik dan tentu saja berharap Ballon d’Or. Khas negara berkembang yang masuk tim nasional Kamerun harus menyuap, sang ayah kecewa dan akhirnya memilih Timnas Prancis karena bebas dari upeti.
Secara tim, Mbappe juga berambisi membawa Prancis untuk menjuarai Piala Dunia ketiga kalinya. Namun, lewat drama adu penalti harapan itu pupus. Harus puas hanya menenteng sepatu emas sebagai pencetak gol terbanyak.
Sebagai petahana Prancis berambisi untuk menjuarai tiga periode, eh maksudnya tiga kali. Tidak seperti jabatan presiden di Indonesia yang hanya dibatasi dua periode. Kalau Piala Dunia, mau juara berapa kali pun terserah asal mampu.
Regulasi presiden diatur dalam konstitusi dan Piala Dunia pun memiliki konstitusi sendiri dalam bentuk statuta. Jadi kalau mau tiga ‘periode’ atau lebih jadilah pemain bola jangan jadi mahluk politik.
Sebelum ngelantur lebih jauh kita kembali membahas Piala Dunia 2022 yang menjadi milik Messi dan juga masyarakat Argentina.
Kemenangan ini sekaligus menjadi pelipur lara di tengah krisis ekonomi yang menghantui Negeri Tango tersebut. Inflasi yang terus menggerogoti negara itu yang hampir mendekati 100 persen dan masyarakat miskin yang mencapai 40 persen, terlupakan sejenak.
Messi dan timnas Argentina untuk sementara memberikan penghiburan. Lupakan nestapa, lupakan kesedihan. Mari berpesta.
Ohya, Messi dan kawan-kawan juga dalam Piala Dunia 2022 yang disebut paling mahal ini, berhak atas hadiah US$42 juta atau setara dengan Rp655,8 miliar.
Ini kemenangan paripurna Messi, Tim Tango dan juga masyarakat Argentina. Selamat! [rif]