Kecurigaan yang masuk akal juga. Karena pandemi, ekonomi sulit. Hanya orang yang punya kelebihan duit saja, yang mau buang-buang duit membeli karangan bunga.
Dari sisi komunikasi, modus pengiriman bunga ini adalah strategi komunikasi yang gagal ( communication failure).
Agak mengherankan bila sebuah strategi yang gagal, kok diulang kembali?
Kekonyolan serupa juga terjadi. Aliasi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) merasa dicatut namanya.
Mereka tidak pernah merasa mengirim karangan bunga.
Akibatnya yang ketiban apes, ya Mayjen Dudung.
Publik menilai ada tangan-tangan cukong Ahok di balik penertiban baliho HRS.
Maksud hati dari siapapun yang berada di balik gerakan mobilisasi pengiriman bunga ini mendukung Pangdam Jaya, malah berbuah sebaliknya.
Foto-foto Pangdam Jaya sedang berfoto dengan para pengusaha etnis Cina, menyebar luas di medsos.
Targetnya untuk mendiskreditkan Mayjen Dudung. Padahal bisa saja foto-foto itu tak ada kaitannya.
Pangdam Jaya layak menegur keras si oknum yang memobilisasi pengiriman bunga ini, siapapun orangnya.
Ketiga, sebelum heboh pengiriman karangan bunga ini publik juga digemparkan dengan adanya video seorang wanita yang mengenakan baju kotak-kotak ikut naik panser.
Kendaraan tempur itu digunakan untuk mengawal pasukan yang membersihkan baliho HRS di kawasan Petamburan.
Publik saat itu menyebutnya ada Ahoker alias pemuja Ahok yang ikut bersama TNI menertibkan baliho HRS.
Penerangan Kodam Jaya sudah menjelaskan bahwa wanita tersebut adalah seorang wartawan. Dia naik panser dengan pertimbangan keamanan.
Wartawan naik kendaraan tempur itu sebenarnya praktik biasa. Namanya embedded journalism,. Tapi biasanya itu hanya terjadi di medan tempur.
Kegiatan itu menjadi terkenal ke seluruh dunia, ketika para wartawan ikut bersama pasukan AS menyerbu Iraq dalam Perang Teluk.
Masalahnya penerangan Kodam Jaya juga tidak menyebut jelas identitas si wartawan dan dari media mana.
Spekulasi liar dibiarkan berkembang di tengah publik, dengan berbagai bumbu penyedapnya.
Pesan tidak jelas
Kegagalan strategi komunikasi politik semacam itu harus jadi pelajaran, terutama bagi instansi pemerintah.
Di era digital, dimana informasi bisa dibuat dan disebar secara bebas oleh semua orang, dampaknya bisa sangat serius.
Apalagi untuk keputusan penting dan sensitif. Bisa berantakan gak karuan.
Seorang pejabat tidak boleh mengambil sebuah kebijakan, tanpa memikirkan strategi komunikasi politiknya secara matang.
Semuanya harus dirancang secara matang . Ditimbang-timbang plus minusnya. Tidak boleh asal tabrak.