Scroll untuk baca artikel
Blog

Dahulu Aku Anggota HMI, Kini Berupaya Hidup Pantas Sebagai Alumni HMI

Redaksi
×

Dahulu Aku Anggota HMI, Kini Berupaya Hidup Pantas Sebagai Alumni HMI

Sebarkan artikel ini

Pada pertengahan 1987, aku didapuk menjadi panitia dadakan Konperensi HMI Cabang Yogyakarta. Aku bukan panitia resmi, malah sebenarnya merupakan peserta utusan komisariat FE UGM. Namun karena konperensi berlangsung bertahap dan berpindah-pindah tempat, maka hampir seluruh panitia “tercecer” dan hanya meninggalkan seorang ketua pada sesi-sesi terakhir.

Sesi terakhir berupa pertanggungjawaban pengurus dan pemilihan Ketua formatur baru terpaksa diselenggarakan di atas bukit kawasan Parangtritis, demi mengindari kejaran aparat keamanan. Pada malam sebelumnya, peserta terpaksa harus tiduran di pantai wisata, sambal tetap diawasi para intel. Jelang shubuh, peserta secara diam-diam naik ke perbukitan, dan lolos dari pengamatan. Aku ikut membantu evakuasi, dan kemudian ikut mengatur pencarian dan pembagian minuman dan membeli makanan seadanya agar para peserta yang tersisa tak kelaparan di atas bukit.

Pada pertengahan 1988, aku menjadi ketua panitia kongres HMI (MPO) 1988 di Wonosari. Setelah kegiatan ini, aku terpaksa menyembunyikan diri dua pekan di Kalimantan. Aparat keamanan berang karena telah berusaha menggagalkannya. Dengan kerja sama yang solid dari sebelas orang panitia, kami berhasil mengecoh mereka, dan membawa sekitar 100-an orang berkongres selama sepekan. Lokasinya di dusun yang belum memiliki penerangan listrik.

Kegiatan HMI yang bersifat nasional ini mencatatkan utang budi HMI yang luar biasa besar kepada pak Solikin (almarhum) kepala dusun dan warganya. Acara berlangsung lancar, pertanggungjawaban Egie Sudjana diterima, dan Tamsil Linrung terpilih sebagai ketua baru. Namun, setelah Egie jumpa pers tentang hasil kongres, maka pengejaran dan upaya penahanan pun dilakukan aparat. Pak Solikin dan warganya dipaksa apel seharian di lapangan, dan semua diinterogasi. Khusus pak Solikin, selama 3 bulan wajib lapor tiap hari kerja. Bahkan, belakangan kuketahui ada aparat yang berjaga hingga sebulan di dusun tersebut.

Atas nasehat para senior, sepuluh orang anggota panitia ku minta balik kampung dulu. Kebetulan tak ada seorang pun yang ortunya berdomisili di Jogja. Ada yang ke Klaten, Wonosobo, Malang, dan Makassar. Aku sendiri balik ke Banjarbaru, Kalimantan Selatan.  

Pada pertengahan tahun 1989 aku diamanahi menjadi Ketua Umum HMI Cabang Yogyakarta. Tugas pertamanya adalah mencari sekretariat dan membayar sisa utang kepengurusan sebelumnya. Padahal saat itu banyak orang (alumni) masih takut terdaftar menyumbang HMI yang dianggap menentang Soeharto. Hampir semua kegiatan dilakukan dengan swadaya dan donasi dari beberapa orang.