BARISAN.CO – Sebagai salah satu komponen penting dalam ekosistem dunia kuliner, naiknya harga minyak goreng tentu membuat pedagang gorengan gusar. Berbagai cara pun dilakukan agar dagangan gorengan mereka tetap laris dan bisa meraup untung.
Sebut saja dengan menaikkan harga jual gorengan, mengurangi ukuran gorengan, menggunakan minyak goreng yang sama berulang kali, hingga mengoplos minyak kemasan dengan minyak curah.
Sumber kenaikan komoditas pangan minyak goreng tak lain adalah kenaikan harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO). Sebagai negara produsen CPO terbesar di dunia, Indonesia nyatanya harus menghadapi kenaikan harga minyak goreng yang diolah dari kelapa sawit ini.
Selain itu, kenaikan harga minyak goreng belakangan ini disinyalir dipengaruhi kebijakan pemerintah melarang peredaran minyak curah di pasaran.
Seperti diketahui, pemerintah akan melarang peredaran minyak goreng curah per 1 Januari 2022. Kebijakan ini diterapkan untuk menjaga harga minyak goreng tetap terkendali.
Di samping alasan tersebut, minyak goreng curah yang diproduksi ulang dari minyak goreng bekas pakai tersebut diklaim berbahaya bagi kesehatan.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, mengatakan harga minyak curah selama ini sangat bergantung kepada harga minyak sawit mentah. Sehingga ketika harga minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oils (CPO) melonjak, harga minyak goreng curah pun turut melambung.
“Beda dengan kemasan. Kalau minyak goreng dalam kemasan dapat disimpan jangka panjang, bisa diproduksi terlebih dahulu, sehingga harganya terkendali,” ujar Oke, Rabu, (24/11/2021).
Dampak Larangan Minyak Goreng Curah
Direktur Eksekutif lembaga kajian ekonomi Indef Tauhid Ahmad mengatakan, penyetopan peredaran minyak goreng curah tidak akan berdampak signifikan terhadap harga minyak goreng kemasan di tingkat konsumen.
“Kalau nanti minyak goreng curah dibatalkan, atau tidak beredar, harga minyak goreng tetap pada angka yg tinggi. Ini dua hal yang memang coba dikaitkan tapi memang prinsipnya dua hal berbeda. Karena dulu pelarangan kebijakan peredaran minyak curah juga sudah ada, sudah lama sebelum kenaikan CPO sekarang ini,” kata Tauhid Ahmad mengutip dari KBR, Senin (6/12/2021).
Dia berpendapat, kendati keputusan itu tetap berjalan, titik kuncinya ialah harga minyak kemasan yang akan diberikan di tingkat konsumen tidak boleh lebih tinggi dibandingkan harga minyak curah yang beredar saat ini. Tujuannya, agar pelaku usaha UMKM tidak merugi dengan kenaikan harga yang tak kunjung mereda.
Menurut Tauhid, poin utama kenaikan minyak goreng sampai saat ini disebabkan merangkaknya harga lelang CPO di pasar internasional, sehingga produsen minyak goreng lokal ikut mengerek harga.
Oleh karena itu, lanjutnya, harus ada intervensi pemerintah untuk menekan harga minyak kemasan di pasar lokal, seperti memberikan insentif atau penurunan pajak atas impor bahan baku plastik yang digunakan produsen. Dengan begitu, ongkos produksi minyak goreng kemasan dapat ditekan. [rif]