BERAWAL dari rekaman video viral aktivitas Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan tengah membagikan minyak goreng curah bersubsidi dari Kementerian Perdagangan di Kecamatan Telukbetung Timur, Bandar Lampung, Lampung di Telukbetung, Lampung, Sabtu 9 Juli 2022. Sambil mengajak masyarakat agar memilih Futri Zulya Savitri (anak Zulkifli), dan menjanjikan setiap dua bulan sekali akan melakukan langkah serupa. Sontak saja, video tersebut memantik sejumlah Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) melaporkannya ke Bawaslu atas dugaan politik uang dan kampanye dengan fasilitas negara, Selasa (19/7/2022) dengan Nomor 001/LP/PL/RI/00.00/VII/2022.
Modus yang dilakukan oleh Zulkifli memang ciamik. Caranya dengan cara menjual minyak goreng curah dalam kemasan berlabel Minyakita dengan harga Rp 10 ribu untuk 2 liter. Harga resminya Rp 14 ribu per liter. Tetapi akhirnya diberikan secara gratis. Zulkifli tak lupa meminta uang yang telah disiapkan ibu-ibu yang datang untuk kembali dimasukkan ke kantong masing-masing karena semua sudah dibayarkan oleh putrinya. Diselipi pesan, saat Pemilu nanti, ibu-ibu diminta pilih Futri. Bila Futri terpilih, dijanjikan menggelar program serupa, yakni bagi-bagi minyak goreng, secara rutin dua bulanan sekali.
Zulhas, demikian Zulkifli biasa disapa, berdalih program tersebut tidak terkait dengan aktivitasnya selaku menteri, pejabat negara atau pejabat publik, melainkan sebagai Ketua Umum PAN, atau kegiatan partai politik (parpol). Minyak goreng yang dibagikan ke warga juga dibeli dari kocek PAN. Agar lolos dari jeratan hukum Pemilu, acara digelar hari Sabtu alias hari libur kerja. Sebagai eufimisme atau penghalusan bahasa, Zulhas mengajak parpol lain melakukan aksi serupa, demi tujuan mulia minyak goreng murah atau gratis bagi rakyat.
Cerdiknya lagi, agar tidak dianggap menyalahgunakan fasilitas negara yang dilarang oleh UU, pelat mobil dinas yang digunakan juga diganti dengan menggunakan pelat mobil pribadi. Saking pedenya (Percaya Diri), Zulhas tidak memusingkan viralnya video tersebut di media sosial. Bahkan, menurutnya semakin viral maka tambah bagus karena sama dengan kampanye gratis bagi partai. Ketika berkata demikian, mungkin Zulhas belum sempat menakar implikasi moral, sosial dan politik, yang bakal ditimbulkannya.
Dilaporkan ke Bawaslu
Strategi kampanye di luar jadwal Zulkifli tampaknya sudah dirancang sedemikian rupa untuk mensiasati kekosongan hukum. Tujuannya agar lolos dari jeratan dugaan pelanggaran Pemilu. Setidak-tidaknya menjadi tidak mudah mengenakan pasal-pasal pidana Pemilu terhadapnya. Tetapi oleh warganet (atau bisa juga disebut dengan citizen journalism), entah dimaksud sebagai bagian dari mewujudkan pengawasan partisipatif yang digalakkan oleh Bawaslu, menganggap hal tersebut peristiwa menarik, atau iseng-iseng saja—lalu merekam, memviralkan atau membocorkannya ke publik.
Hasil kreativitas warganet yang memviralkan aktivitas Zulhas membagi-bagikan minyak goreng gratis tercium dan sampai ke sejumlah aktivis OMS. Dantaranya ke Kata Rakyat Alwan dan Lingkar Madani (Lima) Indonesia. Setelah dilakukan kajian, Direktur Eksekutif Kata Rakyat Alwan Ola Riantobi yang mendapat informasi tersebut sebagai pihak pelapor, melaporkan kasus tersebut ke Bawaslu RI. Menurutnya, apa yang dilakukan Mendag mengandung unsur kampanye.
Yakni: Pertama, merupakan bentuk kampanye untuk memilih seseorang. Kedua, praktik politik uang dengan pembagian minyak goreng gratis. Alwan merujuk kepada UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 280 ayat (1) h yang menyatakan, pejabat negara yang sedang kampanye dilarang menggunakan fasilitas pemerintah. Sedangkan Pasal 281 ayat (1) a menyatakan dilarang menggunakan fasilitas jabatannya.
Ray Rangkuti dari Lima Indonesia yang ikut melaporkan Zulhas menambahkan, terdapat dua dugaan pelanggaran yang bersifat sangat tercela. Salah satunya adalah politik uang yang termasuk dalam kategori pelanggaran serius dalam Pemilu demokratis. Politik uang, bukan saja berakibat pidana, tapi sangat mungkin dapat mendiskualifikasi pelakunya dalam kesertaan tahapan Pemilu dan kemenangan Pemilu. Apalagi, kata Ray, saat ini secara formal belum masuk tahapan Pemilu dan belum dapat ditetapkan peserta Pemilu. Selain juga, aktivitas parpol belum dapat dinyatakan melanggar tahapan Pemilu.
Sementara mantan Ketua Bawaslu RI, Abhan berpendapat, Bawaslu dapat menindaklanjuti temuannya ke lembaga lain, misalnya Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Biar KASN yang bakal menjatuhkan sanksi bagi ASN. Senada dengan Abhan, anggota Dewan Pembina Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini berpendapat, kasus Zulhas dapat dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), sebagai atasannya. Hal ini sebagai bagian dari melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penanganan oleh Bawaslu
Sebagai institusi yang diberi wewenang oleh UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu untuk menerima, memeriksa, mengkaji dan memutus laporan pelanggaran Pemilu. Setelah menerima laporan tersebut, Bawaslu RI langsung melaksanakan tugasnya. Dalam penanganan pelanggaran Pemilu mengacu kepada Pasal 454 ayat 1 hingga 8 UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur penanganan pelanggaran Pemilu maupun Perbawaslu No. 7 tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilu.
Mengacu kepada UU dan Perbawaslu tersebut, menurut Anggota Bawaslu RI Puadi, Rabu (21/7/2022), apa yang dilakukan oleh Zulhas berdasarkan laporan sejumlah OMS, termasuk dalam dugaan pelanggaran kampanye di luar jadwal dan tidak memenuhi syarat materil laporan sehingga tidak dapat diregistrasi. Kesimpulannya laporan dengan nomor 001/LP/PL/RI/00.00/VII/2022 tidak memenuhi syarat materil. Dengan demikian, laporan tersebut tidak dapat diregistrasi dan ditindaklanjuti.
Secara lebih rinci, kesimpulan Bawaslu tersebut berdasarkan kajian dan analisis terhadap Pasal 1 angka 35 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mendefinisikan, kampanye Pemilu adalah kegiatan peserta Pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta Pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta Pemilu. Makna citra diri yang dimaksud UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu didefinisikan sebagai logo dan nomor urut partai. Definisi itu pernah diputuskan pada rapat gugus tugas antara Bawaslu, KPU, Komisi Penyiaran Indonesia dan Dewan Pers di kantor Bawaslu, Rabu, 16 Mei 2018.
Sementara mengacu kepada PKPU No. 3 Tahun 2022 tentang jadwal dan tahapan Pemilu 2024, saat ini belum terdapat peserta Pemilu 2024. Sebab pendaftaran peserta Pemilu baru akan dimulai pada Jum’at, 29 Juli 2022 dan penetapan akan dilakukan pada Rabu, 14 Desember 2022. Sedangkan masa Kampanye Pemilu baru akan dimulai pada Selasa, 28 November 2023 hingga Sabtu, 10 Februari 2024. Artinya, menurut Bawaslu perbuatan terlapor sebagaimana dilaporkan belum dapat dikualifikasikan sebagai kegiatan kampanye Pemilu.
Selain norma tersebut, juga mempertimbangkan pasal 280 ayat (1) UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur larangan atas tindakan-tindakan yang dilakukan dalam kegiatan kampanye. Aturan itu menyatakan, pelaksana, peserta, dan tim kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat Pendidikan. Larangan juga dilakukan atas menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu.
Selanjutnya, dalam pasal 281 ayat (1) UU Pemilu menetapkan, kampanye Pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota harus memenuhi ketentuan tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya. Kecuali, fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, dan harus menjalani cuti di luar tanggungan negara.
Dari rangkaian peristiwa, pelaporan dan penanganan laporan yang dilakukan oleh Bawaslu dapat dikatakan, apa yang dilakukan oleh Bawaslu RI sudah tepat karena secara konsisten mengacu pada prosedur peraturan perundangan. Bahwa ada sejumlah kalangan yang beropini atau menyarankan pendekatan atau tindakan berlebih, pendapat tersebut harus dihormati. Tetapi Bawaslu tidak bisa atau tidak boleh melakukan tugas dan wewenangnya berdasarkan pendapat atau opini publik atau melampaui kewenangannya yang dimandatkan oleh UU.
Apa yang dilakukan oleh Bawaslu RI merupakan preseden yang positif. Begitupun ke depannya, seluruh jajaran Bawaslu harus siaga menangani laporan pelanggaran Pemilu sejenis yang bisa jadi lebih kompleks, yang memenuhi unsur formil maupun materil ataupun yang tidak, atau sumir. Diatas itu semua, pencegahan terhadap segala potensi pelanggaran Pemilu harus tetap didahulukan dan diintesifkan dengan cara melakukan sosialisasi kepada calon peserta Pemilu Serentak 2024 karena pencegahan yang efektif dan maksimal akan mampu meminimalisir terjadinya pelanggaran Pemilu.
Catatan Penting
Terlepas dari itu, ada sejumlah catatan kecil tapi penting untuk diperhatikan. Diantaranya pertama, dari kasus Zulhas ada kebutuhan mendesak untuk merumuskan tentang pengaturan pendidikan politik, entah apapun kegiatan mamanya—yang pada satu sisi mampu membuka peluang seluas-luasnya bagi parpol untuk berfungsi sebagai sarana pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sebagaimana disebutkan pada UU No. 2 tahun 2008 tentang Partai Politik. Namun saat bersamaan tidak berbenturan dengan UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan PKPU No. 3 tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilu yang mendesain masa kampanye baru akan berlangsung pada 28 November 2023 (atau masih harus menunggu lebih dari satu tahun).
Terkait dengan hal ini, sangat urgen dan mendesak bagi pemangku kepentingan Pemilu khususnya KPU, Bawaslu, DKPP, DPR dan Pemerintah Pusat, harus duduk bersama membicarakan dan merumuskan rambu-rambu bentuk-bentuk pendidikan politik yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh parpol. Kewajiban pemangku kepentingan tersebut harus mampu memberikan jalan keluar atau solusi atas masalah ini. Terlebih tahapan Pemilu sudah sudah masuk per 14 Juni 2022. Merupakan sesuatu yang naif, manakala tahapan Pemilu sudah dimulai, parpol kesulitan atau bahkan tidak bisa melakukan fungsi pendidikan politik karena harus menunggu lebih dari satu tahun hingga masa kampanye diberlakukan per 28 November 2023. Itupun kini dipangkas waktunya dari 180 hari menjadi hanya 75 hari diantaranya untuk efesiensi anggaran.
Perumusan dan penyusunan pendidikan politik yang boleh dan tidak boleh penting dilakukan agar parpol mempunyai acuan yang jelas, jaminan, dan perlindungan hukum, serta agar menimbulkan keadilan bagi parpol parlemen, non parlemen atau parpol baru. Terlebih sejumlah papol, tim kampanye atau relawan saat ini sudah banyak menggeliat melakukan aktivitas yang bernuansa politik. Misalnya sosialisasi, safari politik, deklarasi dukungan pada bakal calon presiden yang biasa disertai dengan pengerahan massa dan penggunaan atribut tertentu yang beraroma jati diri suatu parpol, dan sebagainya. Pada saat yang sama, komunikasi dan kordinasi antara Penyelenggara Pemilu dengan pemerintah/pemerintah daerah, TNI/Polri dan instansi terkait lainnya harus ditingkatkan guna mewujudkan keamanan, ketertiban, dan iklim kondusif saat tahapan Pemilu Serentak 2024.
Kedua, dalam situasi kekosongan hukum tentang kampanye di luar jadwal dan keterbatasan parpol dalam melakukan berbagai bentuk pendidikan politik yang dibenarkan oleh UU, seyogianya parpol tidak boleh kehilangan elan vital, kreativitas dan inovasi dalam melakukan program-programnya. Fokus parpol sebaiknya lebih diarahkan kepada konsolidasi internal seperti visi, jati diri, struktural dan wawasan, penyusunan strategi kampanye dan pemenangan Pemilu, persiapan penjaringan bakal calon presiden, gubernur, anggota legislatif dan sebagainya. Selebihnya berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Penyelenggara Pemilu ketika akan melaksanakan kegiatan yang melibatkan konstituen cukup besar, akan lebih memastikan bahwa kegiatannya tidak berbenturan dengan peraturan perundangan.
Ketiga, kasus Zulhas memberikan pelajaran berharga betapi makin variatif dan canggih modus-modus pelanggaran Pemilu. Sekaligus memberikan peringatan (warning) bagi pejabat publik terlebih lagi yang menjadi pimpinan partai politik dan para pendukungnya agar lebih hati-hati dalam menggunakan fasilitas negara. Dengan diviralkannya kasus Zulhas, berpotensi menimbulkan citra buruk. Parpol dan elit politik seyogianya menghindari dari kemungkinan sanksi moral yang dijatuhkan oleh publik.
Keempat, Media Sosial (Medsos) dengan warganetnya kini sudah menjadi mata-mata (spionase) atau ujung tombak pengawasan Pemilu partisipatif yang cukup efektif, selain peran penting OMS. Oleh karena itu, hal ini harus diapresiasi dan ditingkatkan sinergi dan kolaborasinya dengan tetap memperhatikan dan mengikuti peraturan perundangan terkait penanganan pelanggaran Pemilu. Untuk itu literasi Medsos yang dikaitkan untuk kebutuhan peningkatkan pengawasan partipasi publik di Pemilu Serentak 2024 harus dilakukan secara lebih intensif dan massif serta berkualitas, terutama dengan menyasar pemilih milenial yang pada Pemilu kali ini ditaksir jumlahnya. [rif]